"Mau mengkritik pembacaan puisi atau mengkritik puisi?" tanya Pak Eko sambil pura-pura mendelik.
"Ha ha ha .... Iya, deh."
Mereka pun terlibat diskusi.
"Kamu tahu cadar itu apa?" tanya Pak Eko.
"Penutup muka," jawab Diana cepat.
"Selain penutup muka, cadar dalam istilah Geografi berarti hamparan awan tipis tembus cahaya, yang menutupi matahari atau bulan. Nah, untuk memahami puisi ini, coba kamu baca setidaknya tiga kali mengulang. Lalu, resapi. Silakan!" perintah Pak Eko.
Nana pun menurut. Tanpa malu, ia baca puisi itu seperti Pak Eko membacakan untuknya. Selesai sekali, berhenti sebentar lalu mengulang. Setelah tiga kali Diana pun berkomentar.
"Pak, baris keempat bait pertama kok lain, ya? Sebelumnya menceritakan bahwa ada anak kecil di balik bilik berdinding bambu. Sendirian tidak ada siapa-siapa kecuali bubu sebagai temannya. Nah, kalimat keempat "Tak pernah surut meski berpacu dengan waktu" merujuk ke mana, ya?"
Pak Eko diam saja.
"Kalau diikutkan ke bait bawahnya, hmm ... terasa tidak 'nyambung'. Bait kedua bertutur tentang kegiatan si bocah yang merenungi nasibnya yang tak kunjung berubah.
"O, ya? Seperti apa pengarang menggambarkan nasib si bocah yang tak kunjung berubah?" tanya Pak Eko.