Mereka membatasi ruang tumbuh manusia, membelenggu akar, dan membuat taman itu stagnan, kehilangan vitalitasnya.
"Jika diri lalai dan memperturutkan semua itu, rusaklah daya otak. Hancurlah hidupnya", dia sekelebat menampakan diri di beningnya telaga itu. Dia pinjam wajahku.
***
"Wahai bayanganku yang setia di air, kau telah mengingatkanku bahwa otakku ini adalah taman yang paling berharga".
Merawatnya bukanlah sebuah tugas, tetapi sebuah bentuk kasih sayang yang paling dalam pada diri sendiri.
Setiap pilihan---dari apa yang kudengar, kulihat, kurasakan, dan kupikirkan---adalah seperti memilih akan membawa angin sepoi-sepoi atau badai ke dalam taman jiwa.
*Hikmah*
Hikmahnya adalah kesadaran bahwa setiap diri adalah penjaga sekaligus pencinta dari "taman" yang ada dalam kita sendiri.
Setiap sosok, Tuhan milikan: kuasa penuh untuk membangun pagar yang kokoh terhadap hal-hal yang beracun, hal yang tak berguna.
Dan Dia mampukan --membuka pintu lebar-lebar, untuk hal-hal yang membawa kedamaian. Menyuguhkan pertumbuhan, dan keindahan.