Keduanya terdiam ditemani dengan suara deru motor menuju tempat mereka yang akan mereka tuju. Punggung itu tampak rapuh dan seolah menyimpan rahasia yang sangat besar di dalamnya. Rani tidak ingin mengatakan sepatah kata apapyn sampai lelaki itu sendiri yang terbuka pada dirinya, ia bukan tipe orang yang memaksakan diri.
"Apa kamu takut mati?" pertanyaan singkat dari Arka malam itu membuat Rani hanya memasang wajah bingungnya.
"Takut,"
"Kenapa?" tanya Arka
"Bukannya itu perkataan konyol? Memang siapa yang enggak takut mati? Aku takut mati karena... nanti aku enggak bisa ketemu sama orang yang aku sayangi lagi. Aku juga takut kalau aku mati, enggak akan bisa lihat indahnya dunia ini lagi. Apa kamu enggak takut mati?" Rani menatap rekan sekelasnya dengan mata penuh kebingungan.
"Enggak, karena..." ucapan lelaki itu tampak menggantung.
"Kenapa?" tanya Rani
"Karena kalau aku mati, enggak akan ada yang menangisiku. Orangtuaku sibuk dengan bisnisnya, kakakku membenciku karena aku lahir dan di manja oleh Nenek serta kakek. Aku juga tidak punya teman,"
"Apa alasan begitu buat kamu jadi enggak takut mati?" tanya Rani
"Euhmm..."
Rani secara mendadak memeluk Arka dengan hangat. Ia tidak tahu kenapa memeluk lelaki yang ada di depannya itu. Arka sendiri yang dipeluk hanya terdiam membiarkan Rani memeluknya erat,