Mohon tunggu...
SK Writer
SK Writer Mohon Tunggu... Novelis - Penulis

Gemar menulis dan memberikan informasi yang siapa tahu bermanfaat bagi kalian yang membaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: tentang Lukisan dan Kenangan

15 April 2024   08:08 Diperbarui: 15 April 2024   08:10 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Unsplash_Man and Woman-Holding-Hands- In-front-of- glass-window

Perhatian! Dilarang copy atau hal-hal menggelikan lainnya. Selamat membaca dan mari tumbuh berkembang bersama

================================================================

Dia adalah lelaki yang berbeda. Dari sorot matanya pun aku tahu jika Arka sosok laki-laki yang berbeda dari banyak orang yang dikenalnya. Lelaki yang selalu duduk di pinggir jendela dengan buku bacaan ditangannya, entah kali ini buku apalagi yang di baca oleh Arka.

Kami bertetangga tetapi kami jarang berbicara, alasannya begitu singkat. Karena tidak ada pembahasan apapun yang bisa lebar luaskan menjadi pembicaraan.

Tapi...


Saat itu Arka datang dengan canvas putih ditangannya dan peralatan lukis lainnya. Matanya memperhatikan dari atas hingga bawah, pakaian yang dikenakan oleh Rani saat ini. Rani sendiri yang ditatap sedekat itu hanya bisa menatap bingung, ia tidak salah dalam menggunakan pakaian.

"Kamu... mau ikut aku ke bukit?"

"Apa sekarang kamu takut dengan hantu? Sejak awal kamu tidak pernah memintaku untuk ikut, ini aneh karena kamu tiba-tiba meminta aku untuk ikut." Lelaki di depannya tampak menutup mulutnya menggunakan jari tangannya agar ia berhenti berbicara.

"Jadi mau ikut atau tidak?" 

Kepala Rani tampak mengangguk mengiyakan perkataan lelaki di depannya itu, "Yasudah, aku sebagai teman yang baik tentu akan menemani kamu pergi. Ayo!" ajak Rani sembari mengekor pada lelaki yang ada di depannya tanpa mengatakan sepatah kata apapun.

Keduanya terdiam ditemani dengan suara deru motor menuju tempat mereka yang akan mereka tuju. Punggung itu tampak rapuh dan seolah menyimpan rahasia yang sangat besar di dalamnya. Rani tidak ingin mengatakan sepatah kata apapyn sampai lelaki itu sendiri yang terbuka pada dirinya, ia bukan tipe orang yang memaksakan diri.

"Apa kamu takut mati?" pertanyaan singkat dari Arka malam itu membuat Rani hanya memasang wajah bingungnya.

"Takut,"

"Kenapa?" tanya Arka

"Bukannya itu perkataan konyol? Memang siapa yang enggak takut mati? Aku takut mati karena... nanti aku enggak bisa ketemu sama orang yang aku sayangi lagi. Aku juga takut kalau aku mati, enggak akan bisa lihat indahnya dunia ini lagi. Apa kamu enggak takut mati?" Rani menatap rekan sekelasnya dengan mata penuh kebingungan.

"Enggak, karena..." ucapan lelaki itu tampak menggantung.

"Kenapa?" tanya Rani

"Karena kalau aku mati, enggak akan ada yang menangisiku. Orangtuaku sibuk dengan bisnisnya, kakakku membenciku karena aku lahir dan di manja oleh Nenek serta kakek. Aku juga tidak punya teman,"

"Apa alasan begitu buat kamu jadi enggak takut mati?" tanya Rani

"Euhmm..."

Rani secara mendadak memeluk Arka dengan hangat. Ia tidak tahu kenapa memeluk lelaki yang ada di depannya itu. Arka sendiri yang dipeluk hanya terdiam membiarkan Rani memeluknya erat,

"Kenapa kamu peluk aku?" tanya Arka

"Apa aku enggak boleh peluk? Itu hanya reflekku. Kenapa begitu pelit? Aku paham kenapa kamu begitu dingin dan menghindar diri dari orang-orang," jawaban yang sangat tidak ingin Arka dengar.

Keduanya berjalan menuju bukit buatan dan memperhatikan alam di sekitarnya. Tidak ada lagi pembicaraan dari mereka, hanya kesibukkan masing-masing. Arka sibuk dengan kanvas di tangannya dan Rani sibuk melihat lelaki di sebelahnya menggambar.

"Aku enggak tahu kalau kamu begitu cinta sama yang namanya melukis, kenapa enggak ikut ekskul seni? Kalau kamu ikut pasti bakat kamu makin terasah."

"Aku enggak bisa, orangtuaku akan marah. Setelah lukisan ini selesai, untuk kamu saja. Aku enggak bisa simpan," sahut Arka kembali menyibukkan diri dengan kuas ditangannya.

Rani menatap lelaki di sebelahnya itu, ia tidak mengerti Arka. Sangat tertutup sekali lelaki di depannya itu untuk dipahami. Tangannya memainkan dahan ranting yang jatuh di sisi kanannya, ia bosan menunggu tetapi tidak bisa meninggalkan Arka begitu saja. Bagaimana pun ini adalah pertama kalinya Rani begitu dekat dengan Arka yang dingin dan tak tersentuh bahkan tidak banyak bicara.

"Aku akan pindah ke Malang, tempat dimana kakek tinggal."

Perempuan cantik itu memandang bingung lelaki yang kini tersenyum tipis padanya, sangat tampan sekali dan membuatnya tidak bisa berkata apa-apa. Rani juga masih terkejut dengan perkataan dari Arka.

"Kenapa?" tanya Rani

"Aku cuman ingin kamu tahu. Kamu enggak akan bisa melakukan aktivitas yang biasa kamu lakukan seperti melihat aku dari jendela kamar kamu atau mencari keberadaanku, dan aku juga enggak akan tahu kapan akan kembali." 

Tidak ada pembicaraan lagi dari keduanya.

"Kapan kamu akan berangkat?" tanya Rani

"Besok pagi."

Rani mengigit bibirnya dan memperhatikan lelaki yang ada di depannya itu, ia tidak tahu harus mengatakan apalagi pada lelaki disebelahnya itu.

"Kalau aku kangen kamu gimana?" tanya Rani

Arka tersenyum tipis, "Kamu bisa lihat lukisan ini, nanti aku akan gambar kita berdua. Sejak dulu aku selalu ingin berbicara denganmu hanya saja, aku enggak terlalu pandai buat interaksi sama kamu. Tadi saja aku mengajak kamu perlu waktu 3 hari agar aku bisa bicara sama kamu,"

Rani menatap mata Arka yang kini menunduk, perempuan dengan rambut panjang itu tampak terkekeh pelan mendengar penuturan dari Arka barusan. Bagaimana bisa Arka begitu lucu mengucapkan kalimat beberapa waktu lalu. Rani tertawa pelan dan membuat lelaki di depannya hanya memasang wajah bingung.

"Apanya yang lucu?" tanya Arka

"Kamu,"

"Kenapa?" tanya Arka bingung

Tangan Rani mencubit pelan pipi Arka yang hanya terdiam memandangnya dalam, "Kamu lucu, untuk apa menyiapkan mental sampai 3 hari hanya untuk ajak aku ke tempat ini. Kalau ingin ajak aku pergi keluar kaya sekarang, enggak masalah. Aku suka keluar rumah dan duduk bersantai disini, apalagi sama kamu. Seharusnya kamu ajak aku dari awal," ungkap Rani.

"Seharusnya aku lebih mendekatkan diri dengan kamu sejak awal," ucap Arka

Rani tersenyum manis, "Sekarang kita bisa dekat, kamu enggak perlu ke tempat kakek kamu. Kita jadi pasangan, pasti semua orang di sekolah iri sama aku." Arka lagi-lagi hanya tersenyum tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun.

Hanya Rani yang terlihat bersemangat disini.

Arka kembali menyibukkan diri dengan lukisan yang hampir selesai itu. Bibir Rani tampak tersenyum manis sembari memperhatikan lelaki yang sibuk seorang diri. Bagaimana bisa mereka menjadi begitu dekat dalam hitungan jam berdekatan, rasanya sedikit aneh dan ia tidak bisa mengatakan sepatah kata apapun terkait apa alasan lelaki yang begitu dingin tak tersentuh itu melakukan pendekatan seperti ini.

"Aku akan pindah,"

"Kamu sudah mengatakannya beberapa jam lalu," sahut Rani

"Aku juga memberikan kamu lukisan ini," ucap Arka

"Kamu juga sudah bilang, sekarang yang belum kamu bilang adalah... aku suka kamu dan kamu suka aku. Begitu, ini akan menjadi romantis kalau kamu bilang begitu," ungkap Rani 

Arka tampak berpikir dan tidak bisa mengalihkan pandangannya pada Rani yang sibuk menatap kearah depan, wajahnya memerah menahan malu. Ini aneh, bagaimana bisa Rani mengatakan begitu santai jika mereka saling suka.

"Aku enggak bisa, aku sudah janji sama Kakek buat tinggal bersama."

"Curang! Masa hanya aku saja yang suka!" keluh Rani

"Aku juga suka, tapi... bukan saatnya sekarang. Aku menyesali semuanya karena enggak sejak awal saja, aku takut..."

Rani hanya terdiam memandang lukisan yang sudah selesai di depannya itu, apakah tandanya kebersamaan mereka sudah selesai.

"Aku tetap harus pergi," lanjut Arka sembari bangkit dari duduk dan merapihkan semua peralatan menggambarnya saat ini.

Perempuan dengan pakaian casual itu mengekor di belakang Arka yang kini pergi meninggalkannya sendirian, sangat tidak bertanggung jawab sekali. Bagaimana pun mereka datang bersama dan kembali juga harus bersama. Rani mendadak terdiam, ia menyadari sekarang jika cinta dan rasa sukanya pada lelaki dingin seperti Arka hanya bertepuk sebelah tangan.

Jika Arka pindah maka dia akan mendapatkan cinta yang baru dan orang sedingin Arka maka akan menemukan perempuan yang lebih hangat lagi. Cintanya benar-benar bertepuk sebelah tangan.

"Arka! Sudah ayah bilang jangan pergi keluar terlalu lama, om Darno sudah menunggu sejak tadi! Bukankah kamu janji akan berangkat sore ini?! Apa kamu menggambar lagi?!"

Arka mengangguk dan menengok kearah Rani yang hanya memasang wajah sedihnya, ia sedang patah hati. Dan ia membohongi Rani karena pergi begitu cepat.

"Hanya berpamitan dengan Rani," sahut Arka pelan

Lelaki paruh baya itu hanya menghela napas pelan dan memperhatikan perempuan di belakang anak bungsunya. Arka tidak pernah membohonginya.

Tatapan mata lelaki itu mengarah pada Rani yang kini berjalan menjauhi mereka dengan alat lukis serta hasil lukisan dari Arka tersebut.

"Ayo pergi sekarang,"

Suara tersebut masih terdengar, Rani memperhatikan Arka yang sudah masuk kedalam mobil dan meninggalkan rumah tersebut. Jika ini adalah hari terakhir Arka disini dan ternyata ingin berpamitan dengannya, Rani pasti akan berpakaian yang lebih layak dan mempersiapkan diri dengan penampilan terbaiknya meskipun hanya duduk menemani Arka melukis.

Hasil gambaran Arka menjadi gambar yang begitu menyedihkan, kenangannya berdua dengan Arka yang tercipta hari ini. Memang penyesalan selalu datang terakhir.

Sekarang yang bisa Rani lakukan adalah mengamati lukisan cantik di hadapannya.

Pintu kamarnya terbuka memperlihatkan sang ibu dengan wajah sedikit murung di depannya, Rani tidak mengetahui apa maksud dari tatapan sang ibu saat ini. 

"Tadi ibu Arka telfon, katanya Arka kecelakaan."

Rani melotot mendengar perkataan ibunya barusan, ini pasti kebohongan. Perempuan cantik itu masih berbicara dengan Arka belum ada dua jam yang lalu, tapi kenapa sekarang ia mendengar kabar kematian dari Arka. 

"Bohong, kan? Arka tadi masih kirim pesan ke Rani dan tadi kita juga bareng-bareng, Arka cuman pergi ke Malang."

Ibunya hanya mengusap pundaknya pelan dan berjalan meninggalkan Rani yang kini menatap rumah Arka di sebelah rumahnya. Bohong sekali! Arka masih baik-baik saja beberapa jam lalu dan mereka masih berbincang dengannya.

Air matanya perlahan mengalir saat mendengar suara tangisan dari ibu Arka, kedua orang tua Arka mendadak menjadi bukan orang yang sibuk. Dadanya terasa sesak mendengar suara tersebut, sangat tidak mungkin jika Arka begitu cepat meninggalkannya. 

"Kamu kalau mau tinggal di Malang sama kakek kamu enggak masalah, tapi bukan meninggal. Jadi maksud kamu tentang kematian tadi apa? Kamu malah buat aku sedih dan takut. Ada orang yang menangisi kamu Arka," gumam Rani.

Suara ambulan terdengar setelah hampir dua jam setengah Rani menangis, ia tidak menyangka jika Arka benar-benar meninggalkannya sendirian. Tatapan mata Rani menatap rumah Arka yang sudah mulai ramai dengan beberapa orang yang berdatangan ke rumah duka.

"Rani... kamu nangis?" 

Rani menoleh memperhatikan sang ibu dengan wajah penuh pertanyaan disana. 

"Iya, Arka anak baik Ma. Dia orang yang sangat baik dan aku enggak bisa melupakan kebaikan Arka dan akan selalu rindu di setiap detiknya, kenapa orang baik selalu pergi lebih awal?" tangis Rani sedih.

"Orang baik memang selalu begitu, Mama tahu... kehilangan orang yang kita cinta dan kita suka memang sangat menyakitkan, nak," kata Marni dengan suara penuh kasih sembari mengusap kepala anaknya pelan.

"Ma, aku enggak bisa ketemu sama Arka lagi."

Marni memeluk anaknya yang masih menangis itu, sudah sangat lama anaknya mengurung diri di kamar hanya untuk menangisi anak baik seperti Arka.

"Kita harus belajar menerima kenyataan dan melanjutkan hidup, kamu bisa bertemu dengan Arka nantinya. Kamu sekarang hanya bisa mendoakannya, kecelakaan ini sama sekali enggak bisa dihindari." 

Rani menatap ibunya dengan mata penuh keraguan, "Bisa kalau orang yang bawa mobil itu hati-hati! Rani baru bersama Arka baru sebentar, ini sangat salah. Bagaimana kalau Rani enggak bisa melanjutkan hidup tanpa Arka, Ma? Arka janji mau sama-sama dengan Rani dalam jangka waktu yang lama. Arka sudah janji Ma," isak tangis Rani masih terdengar.

Wanita paruh baya itu tampak memeluk anaknya dan mengusap kepalanya, "Arka.. mungkin memang sudah pergi dari duania ini, tapi dia buat kenangan dan cintanya akan selalu bersama kita dan dengan kamu. Dan tugas kamu sekarang adalah menjaga kenangan itu tetap hidup di dalam hati," Rani menatap sang ibu yang kini tersenyum manis.

Rani tampak merenung, memikirkan perkataan sang ibu. Tatapan matanya berpaling pada lukisan yang terpajang di dinding kamarnya.

Perlahan gadis cantik itu terlihat menyadari sesuatu. Arka memang telah pergi, cinta dan rasa sukanya abadi dan tersisa di dalam hatinya. Perasaan Arka juga begitu, apa ini arti dari Arka yang tidak menjawab perasaannya.

Pandangannya berdalih pada sang ibu yang masih disinya saat ini, "Ma... Rani enggak akan bisa melupakan Arka, tapi Rani enggak akan tenggelam dalam kesedihan dan akan menyimpan semua kenangan bersama Arka di dalam hati."

Marni kembali memeluk anaknya erat. Tatapan mereka menatap rumah Arka di depannya. Meskipun kehilangan begitu menyakitkan, tapi Rani tahu bahwa rasa suka pada Arka akan selalu menghidupkan kenangan yang tak terlupakan meski hanya sedikit. 

Kebiasaannya mengamati Arka adalah sesuatu yang menyenangkan dan membuatnay tidak bisa berhenti tersenyum. Hari ini, Rani belajar untuk menjalutkan hidupnya dengan mengingat kenangan indah bersama Arka serta kebiasannya. 

Rani menemukan kedamaian melalui lukisan terakhir yang dilakukan oleh Arka dan mulai membuka dirinya menghadapi masa depan yang baru tanpa melupakan kenangan manis bersama Arka.

Kehilangan seseorang yang dicintai dan disukai memang begitu menyakitkan, namun rasa suka ini tidak akan pernah mati untuk satu orang ini meskipun nantinya ia akan bertemu dengan orang baru. Kenangan kebersamaan akan tetap hidup di dalam hatinya, memberikan kekuatan dan inspirasi untuk melangkah maju. 

Arka terima kasih karena sudah memberikan kenangan terakhir untuk Rani. 

Mari kita bertemu jika masanya tiba.

Follow my Instagram: @Amaliach04 

Goodnovel : Skyworld04

Fizzo : Skyworld04

KBM : Skyworld04 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun