Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerita untuk Anak] Bomba Vs Ratu Nyamuk

19 Januari 2020   17:48 Diperbarui: 19 Januari 2020   17:50 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jelang bobo' malam, nenek akan berteka-teki, tidak mendongeng seperti biasa.

Rimbi dan aku  harus menebak.

Hadiahnya, besok pagi nenek akan membuatkan macaroni schotel yang pasti lezat, sedap dan asyik.

Mmmm, kejunya sekarangpun sudah terasa diujung lidah.

Teka-tekinya  :  Ada keluarga, semula Angkatan Laut, kemudian menjadi   Angkatan Udara.

 Kawin dengan Angkatan Udara, anaknya jadi Angkatan Laut, tapi setelah besar menjadi Angkatan Udara

 Apa nama keluarga itu ?

Aku dan Rimbi saling memandang, apa ya ?   kok aneh.

"Kita kenal dengan mereka nek ?", hampir bersamaan Rimbi dan aku  bertanya.

"Kenal banget ", nenek tersenyum geli.

"Tante Sisca ? ". Aku menebak.

 :" Tante Sisca itu polisi " jawab nenek.

Kami  menebak siapa yang kami ingat, tetapi nenek tetap menggeleng.

 Akhirnya kita menyerah, bingung juga.

"Keluarga nyamuk !", kata nenek akhirnya. Lho kok bisa ?

Kemudian nenek berceritera tentang hidup  nyamuk.

 Dari telur yang diletakkan di air, berubah jadi jentik-jentik, hidup di air, diibaratkan Angkatan Laut.  

Beralih ke larva nyamuk, menjadi nyamuk dan terbang ke udara, jadilah  Angkatan Udara. Terus kawin  di udara.

Mereka meletakkan telurnya lagi di air, ... demikian seterusnya berulang.

Kita tertawa, disekolah memang  sudah pernah dipelajari, tetapi tidak ada Angkatan Laut dan Angkatan Udaranya, jadi kita tidak kenal

Kemudian  nenek menunjuk nyamuk yang mengiang-ngiang ,

" Tuh, saban hari kita ketemu dan kenal dia ", kata nenek, kita ketawa.

 Iya deh, pokoknya besok pagi nenek akan membuat kue kesukaan kita, untuk bekal jalan-jalan.

Ke ladang Bunga Mawar liar

 

Disebelah selatan rumah nenek, di lereng bukit, ada sebuah kawasan

namanya ladang Mawar, daerahnya subur menghijau.

Tumbuhan mawarnya banyak  dan beraneka warna, indah sekali.

Orang bilang disitu agak angker, tetapi nenek tidak percaya.

 Mungkin masyarakat mengira jika  mawar sedang bermekaran, pasti wanginya semerbak.. Dan mereka merinding jika mencium harum seperti itu, terlebih jika malam hari.

 Nenek berjanji menyusul agak siang bersama mbok Rah.

Sudah disiapkan satu tas berisi makan siang, minuman, dan kue- kue.

Ditas yang lain, ada buku, serbet juga obat anti nyamuk gosok.

Meskipun siang hari, banyak nyamuk diladang.

Jadi kita olesi rata keseluruh badan dengan lotion sebelum berangkat.

Ada gunting-pemotong-dahan besar juga.

Segera aku dan Rimbi berangkat, berjalan menyusuri jalan setapak menuju selatan,  masing-masing membawa satu tas.

 Hawanya segar, pemandangannya indah. Bunga-bunga bermekaran disana-sini. Kupu-kupu juga serangga beterbangan.

Burung-burung  bernyanyi dengan aneka suara merdunya.

 Kita terus melangkah, jalannya mulai naik, tapi kita malah berlarian. Ladang mawar itu sudah tampak , kadang tercium semerbak wanginya  terbawa angin.

Kita sampai disuatu dataran yang penuh dengan aneka mawar, ada beberapa yang sedang bermekaran.

"Mbak aku tunggu disana ya,  sambil mbaca dan nyemil ",  kata Arimbi sambil menunjuk kesuatu batu besar. Aku mengangguk, masih pilah-pilih bunga-bunga mawar yang cantik.

Harus hati-hati karena durinya amat tajam, untung tadi bawa gunting besar dan tajam.

"Mbaaak ... Puteri, mbak, ... tolooong", hah, aku dengar suara Rimbi, kedengaran suaranya jauh sekali.

Aku melihat kearah batu besar, Arimbi tidak ada, menoleh kiri-kanan, sepi sekali.

"Rimbi, ... Arimbi ... kamu ada dimana ? " aku berteriak. Tetapi Arimbi hilang seperti ditelan bumi.

"Mbaakk, ...mbak Putri, ... toloong ", kedengaran lagi suaranya, aku bergegas kearah suaranya

Tiba-tiba aku terpeleset, dan meluncur masuk kedalam sebuah lorong lubang kebawah.

Jatuhku menimpa Arimbi, kita bergulingan.

Segera bangkit membersihkan diri sambil melihat sekeliling, ternyata kita jatuh dalam  sebuah gua.

Aku lihat keatas, lumayan tinggi. :"Kamu tidak apa-apa Rimb ? ", tanyaku,

Rimbi hanya menggeleng.

 Gua itu ternyata lebar sekali dan diluar terpapar pemandangan indah, tapi sunyi sepi.

" Kita makan dan minum dulu aja, nanti kita pikir kita pulang lewat mana ", kita membuka kotak makanan yang berantakan, akibat  jatuh tadi.

 Tetapi semua utuh karena  rapi tertutup dalam kotak plastik.

Kita makan sekedarnya, rasanya  jadi tidak merasa lapar,  malah bingung.

Diluar gua keadaannya lengang, aku mencari-cari.

Barangkali ada jalan setapak keatas atau petani penggarap ladang , tetapi sepertinya senyap sekali.

Yang terdengar hanya titik-titik air yang menetes jatuh dipinggir gua itu.

"Kamu mau kemana anak-anak ? ", tiba-tiba terdengar suara, kita kaget, mencari-cari, sepi, tidak terlihat seorang manusiapun.

 Ketika melihat kesebuah pohon diluar, terlihat ada seekor kera besar memperhatikan kita, Rimbi ketakutan, memeluk aku, berdebar  juga jantung ini.

Kuperhatikan, rupanya dia yang berbicara, melompat turun dari pohon, berdiri setinggi aku.

"Kamu yang berbicara tadi ?", aku memberanikan diri bertanya. Dia mengangguk, memperhatikan aku dan Rimbi.

Kerajaan Satwa

 

" Kamu itu siapa ?", aku tanya kembali setelah yakin dia bisa bicara dan mengerti bahasa yang kami pergunakan.

:" Aku raja disini, namaku Bomba, ... kamu siapa ?", dia ganti bertanya.

" Ini Rimbi, saudaraku, aku sendiri namaku Puteri ", aku kenalkan namaku dan Rimbi.

Akupun bercerta padanya bahwa kita jatuh dari kebun mawar diatas.

 " Ini dimana ?", aku tanya.

:" Kenapa kok sepi sekali ?,  begitu  hening ? ", aku bertanya lagi dan memperhatikan dia.

Dia menggaruk-garuk badannya, seolah berpikir.

:" Ini kerajaan satwa, dahulu kerajaan ini aman dan damai. Kita hidup rukun dan saling berbagi dengan nyaman dan senang.

Tetapi suatu hari, kita kedatangan ratu nyamuk, dia terusir dari daerah manusia dan berhasil masuk kesini. Disini dia berbuat keonaran dengan selalu mengejar kami dan menghisap darah kami. Banyak rakyatku yang mati kehabisan darah. Kita tidak berani keluar karena dia bisa terbang cepat dan meringkus kami yang sedang terlena, dia sangat ganas ",  Bomba berceritera dengan sedih.

:" Ratu nyamuk  ? " aku tanya, Rimbi juga tanya dengan geram

:" Kan gampang dipukul saja, bisa mati !", Bomba menarik nafas panjang.

:" Ratu nyamuk yang ini besar sekali, lebih besar  dari ayam jago dan terbangnya cepat, tusukannya mematikan , kami harus lari  dan sembunyi jika mendengar suaranya ", kata Bomba lagi.

"Lari,... lari, itu dia datang ", aku mendengar dengungan yang berisik, dan diudara terlihat seekor nyamuk lebih besar dari ayam jago  melayang menukik tajam kearahku.

 Aku tidak sempat sembunyi dan langsung terjerat oleh kaki-kakinya yang berduri.

Dia bersiap menusukkan jarum moncongnya padaku, tiba2 aku dilepaskan dan dia terbatuk-batuk, mau muntah-muntah.

" Apa ini, baunya bikin pusing ", dan dia kabur terbang  tergopoh-gopoh.

Bomba dan Rimbi keheranan, aku juga, bau apa ya badanku sehingga ratu nyamuk itu batuk sampai muntah-muntah.

Akupun membaui badanku, ternyata badanku bau lotion anti nyamuk yang tadi kami pakai. Rupanya ratu nyamuk itu  tidak tahan dengan baunya dan langsung kabur.

 

Kolam tempat sang Ratu Bertelur

 

Bomba mengumpulkan rakyatnya,  banyak sekali binatang yang berkumpul dan mereka semua bisa bicara.

Rimbi dan aku takjub melihat itu semua, rasanya tidak percaya, meskipun agak takut juga.

 Mereka semua  merasa  was-was, karena ratu nyamuk itu mulai bertelur dan menaruh telurnya di kolan besar tengah hutan, yang dijaganya dengan ketat.

Mereka takut  jika telur itu menetas, makin banyak balanya. Maka rakyat satwa itu tambah sengsara karena terus di kejar-kejar dan disedot darahnya.

Mereka  bercerita sebetulnya kolam itu dahulunya sungai yang mengalir

. Tetapi aliran itu sekarang tersumbat,  air kolam itu berhenti. Genangan itu akan  menjadi suatu sarang nyamuk yang amat berbahaya. Mereka bisa berkembang biak disitu.

Kami semua kemudian  melihat kedanau, tampak bekas sungai yang hampir meluap dari kolam. Kita harus membongkar sumbatan itu agar aliran sungainya bisa jalan lagi.

Aku dan Arimbi meneliti keadaan sekitar

"  Ini mbak, ada batu besar yang menyumbat disini, harus dibongkar, supaya airnya bisa mengalir.", aku mengiyakan setuju.

Dengan gunting yang kita lepas, Arimbi mulai membongkar tanah sekitar batu itu. Aku juga mulai membongkar disebelah sini. Tidak lama, rembesan air terlihat  keluar dari danau.

Bomba dengan beberapa kera datang membantu, Pak Kerbau

bertindak, tanduknya ditancapkan ditanah sekitar batu, membongkar, membuat aliran tambah deras.

Rakyat satwa semua gotong royong membantu, ramai sekali.

Batu besar mulai bergeser, air tambah deras keluar dan batu itu menggelinding kebawah, kami semua bersorak-sorak.

Dan air danau  bergerak dengan membawa telur-telur nyamuk yang ikut terbawa arus, masuk ke sungai. Mengalir bercampur batu dan kotoran lain, tergilas dan mengalir campur aduk menggelinding kebawah.

"Sembunyi, ... sembunyi ratu nyamuk datang ". Suara dengungannya terdengar makin mendekat.

Pak Kerbau, Bomba, Rimbi dan aku tidak sempat berlari sembunyi, jadi apa boleh buat.

" Kita lawan, ... serbuuu... ", dan dengan bersenjatakan gunting dan batu sekitar,  kita melawan ratu nyamuk itu bersama.

 Rakyat satwapun keluar dan ikut juga melawan beramai-ramai dengan kita.

Akhirnya ratu nyamuk itu bisa dikalahkan dan jatuh terbanting di arus sungai yang mengalir dengan  deras meluncur kebawah, hancur berkeping-keping.

Seluruh kerajaan satwa itu bersuka cita karena musuh yang mengerikan itu akhirnya sudah musnah.

 

Pulang 

 Rimbi dan aku segera pamit.

Sekejap , tiba-tiba kita sudah ada didekat ladang mawar tempat kami datang tadi.

" Puteri, ... Rimbiii,... " terdengar suara nenek datang bersama mbok Rah.

 Ketika kami menoleh, rakyat satwa tidak tampak seekorpun. Rimbi dan aku saling berpandangan, aneh juga,  kemana mereka semua tadi menghilang secepat itu, tapi ada rasa bergidik juga.

:" Darimana dapat pisang bagus begini ?", tiba-tiba nenek bertanya, Rimbi dan aku juga keheranan. Ada pisang-raja besar besar,ranum dua tandan,  tergeletak disamping kami.

Nenek juga keheranan melihat guntingnya yang berlepotan tanah yang lengket

 Beliau cuma geleng-geleng kepala.

Arimbi dan aku hanya  berpandangan, tidak berani  berkata apa-apa.

Tetapi diam-diam  kita tersenyum geli,  karena hal itu pasti  harus menjadi rahasia kita berdua juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun