Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... freelancer

Penulis Cerpen "Astaga! KKN di Desa Legok" dalam buku KKN Creator (2024). Fokus cerpen dan story telling. Skill business analyst, SMEs, green productivity, and sustainability. Kolaborasi, kontak ke wiryawansisca@gmail.com yang ingin dianalisis laporan keuangan, dll e-mail saja bahan2nya.dah biasa kerja remote. trims bnyk

Selanjutnya

Tutup

Horor

Misteri Rumah Gadai, Bab 6 (Teman)

6 Mei 2025   10:47 Diperbarui: 6 Mei 2025   10:47 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teman. Sumber: pixabay.

Disclaimer: Aku kembali menyelipkan kisah tuyul. 

Tuyul biru ini muncul di novel Misteri Keluarga Caraka. 

Si Tuyul Biru merupakan tuyul yang kabur ke rumah keluargaku yang lama.

Dan tak mau pergi lagi.

Dibanding harus kerja terus-menerus tarik setoran, mending nginap di rumah keluargaku o.o

Nggak usah kerja.

Bisa main sepuasnya.

Bisa mamam ayam goreng.

Bisa godain kamu :O

Tuyul Biru ini tuh aneh banget.

Waktu aku kuliah di Cimahi, dia jenguk malam-malam dan bobo bareng sebantal O.O

Waktu pindah ke rumah keluarga yang bermasalah.

Dia juga ada walaupun nggak menampakkan diri.

Mainin gantungan kunci gerak sendiri (nggak ada gempa). 

Baru tenang kalau dengerin lagu Resah o,o

Kalau nggak diturut, itu gantungan kunci geraknya tambah kencang T.T

Kalau perasaanku gimana?

Namanya juga makhluk halus.

Tetap saja ada ngeri-ngerinya gitu :P

Hanya nggak merinding.

Kalo makhluk halusnya ganas, baru aku merinding.

Tuyul Biru ini agak beda dengan tuyul yang ada di film horor.

Wajahnya imut ala bocah.

Badannya tinggi kurus.

Kulit kebiru-biruan dengan vena yang tampak.

Jadi, kalau makhluk halus itu usianya cukup tua.

Warna kulitnya itu kebiru-biruan atau kehijau-hijauan.

Mengapa Tuyul Biru ikutin terus hingga ke rumah gadai yang lereng Gunung Salak?

Ia memang senang reunian o,o

Aku berprinsip tak mau mengganggu dan tak mau diganggu.

Kalau cuma iseng saja, aku tak peduli :P

Silakan membaca kisah horor yang dialami Ima di bawah ini =)

_____________________________

"Satu-satunya hal yang kuinginkan ialah teman."

-Casper.

________________________________________

 

KRESEK!

 

 Apa itu? Ada sesuatu yang berwarna putih berkelebatan di halaman Bu Pia, tetangga sebelah rumah yang tunawicara. Dika yang sedang mengangkat jemuran menjelang Magrib, menghentikan aktivitasnya. Ia beringsut mendekati pagar bambu yang membatasi area rumah gadai ini dengan area Bu Pia.

 

 Sosok misterius itu menampakkan diri di antara tanaman singkong. Dika tak bisa melihat jelas karena wujudnya tampak samar-samar. Bocah cilik-kah? Tapi, mana mungkin ia manusia. Gerakannya begitu cepat seperti Flash, superhero yang secepat kilat. Perubahan posisinya tampak dari daun-daun tanaman singkong yang tersibak. Lalu, ia menghilang. Sedetik kemudian, ia menampakkan diri kembali di sudut halaman. Sosok mungil tersebut tampak jongkok menghadap kolam ikan nila. Lalu, ia kembali menghilang. Dalam sekejap kolam tersebut bergolak dan berbuih seperti ada yang mengaduk. Beberapa ikan nila yang berusaha melarikan diri, melambung ke luar permukaan kolam. Ikan-ikan nila tersebut menggelepar panik di sisi kolam bagaikan tarian kematian tanpa henti.

 

NYAM! NYAM! NYAM!

 

Terdengar bunyi gigitan. Bunyi gigi tajam mengoyak daging. Ikan-ikan nila yang melayang di atas permukaan kolam tersebut tercabik-cabik. Darah dan serpihan daging berhamburan disambut oleh mulut-mulut menganga ikan nila yang menunggu tak sabar di dalam kolam. Ugh, kanibalisme! Tulang-tulang ikan yang melayang di udara, berjatuhan ke dalam kolam yang menjadi saksi bisu pembantaian tersebut. Dika mengernyit. Makhluk apa yang menyantap ikan-ikan nila milik Bu Pia? 

 

 "HUWAAA!!!" teriak Dika ketika sepasang matanya yang beriris cokelat muda hampir beradu dengan sepasang mata cekung beriris sekelam malam. Lingkaran hitam kebiru-biruan mengelilingi mata makhluk tersebut. Wajah sepucat kertas tersebut dihiasi bibir pucat kebiru-biruan. Urat-urat saraf kebiru-biruan tampak di sekujur tubuhnya yang kusam. Makhluk tersebut hanya memakai sepotong kain putih kumal untuk menutupi auratnya.

 

"TU...TUYUL! ADA TUYUL!" teriak Dika dengan napas terengah-engah. Ia melangkah mundur hingga jatuh dalam keadaan duduk. Tapi, tuyul yang penuh percaya diri tetap memburunya.

 

Bocah berkepala gundul tersebut menyeringai dan memamerkan gigi taringnya. Ia merangsek maju dengan gerakan mengancam seolah-olah akan menggigit leher Dika. 

 

"PERGI! JANGAN DEKATI AKU!" seru Dika ketakutan.

 

Dika terjerembab ketika melarikan diri. Karena terlampau takut, ia pun meninggalkan jemurannya begitu saja. Biar Bapak saja yang mengangkatnya. Bapak kan sudah terbukti disukai kunti. Tentu tuyul pun menyukai Bapak. Jangan kejar diriku yang imut ini, pikir Dika egois.

 

Ibu pun hampir terpelanting dan menjatuhkan setumpukan piring yang dibawanya akibat Dika yang berlari pontang-panting seperti kebakaran jenggot. "Dika, kau ini mengapa berlarian seperti lihat hantu saja? Tadi juga samar-samar Ibu dengar teriakanmu."

 

Dika mengatur napasnya dengan susah payahnya. "TU...TU...TU..."

 

"Tutut (keong sawah)? Kau melihat tutut?"

 

Dika merengut. "Ibu ini bagaimana? Bukan tutut, tapi TUYUL!"

 

Mata Ibu membelalak. "Bicaramu yang tak jelas. Mana Ibu mengerti. Kau lihat tuyul di mana?"

 

"Di halaman rumah Bu Pia."

 

"Oh, begitu. Biarkan saja tuyul itu! Tuyulnya kan tinggal di halaman rumah tetangga," ujar Ibu dengan tenang.

 

Dika terkejut mendengar respon Ibu yang cuek bebek. "Ini tuyul lho, Bu! T-U-Y-U-L! Kita sedang membicarakan makhluk mistis pencuri ulung! Saat uang belanja Ibu hilang dicuri tuyul, Ibu baru mencak-mencak."

 

"Lalu, kau ingin Ibu bertindak apa?" tanya Ibu sembari berkacak pinggang. "Kau saja yang pria, bertemu tuyul langsung lari tunggang langgang. Apa yang kau harapkan dari Ibu yang hanya seorang perempuan setengah baya. Kau ingin Ibu meniup lilin untuk memerangkap tuyul?"

 

"Bukan begitu, Bu," kata Dika. "Lagipula lilin bukan untuk tuyul, tapi babi ngepet!"

 

Mata Ibu mendelik hingga nyali Dika menciut. Ibu tak terima disalahkan begitu saja oleh anak bungsunya. Hari ini memang bukan hari keberuntungan Dika.

 

"Memang faktanya seperti itu," gumam Dika sembari mengusap bokongnya yang sakit akibat jatuh.

 

Aku yang sedang mengedit artikel kesehatan, terkikik saat mendengar Ibu menyerang Dika yang gelagapan. Dika tak peka. Ia memencet tombol emosi Ibu yang sudah bad mood dari pagi karena Bapak uring-uringan. Ibu lupa membeli pepaya untuk melancarkan pencernaan saja, Bapak mengomel tanpa henti. Memang sih Bapak mengeluh terus menerus sejak dua hari yang lalu. Ia terkena sembelit. Tapi, kan tidak perlu melampiaskannya ke Ibu. Memang karakter Bapak itu sulit. Tak mudah hidup berdampingan dengannya. Terus terang aku salut dengan Ibu yang mempertahankan pernikahannya.

 

***

Hujan deras semalaman menyebabkan malam ini terasa begitu dingin. Aku pun menyelubungi diri dengan selimut katun bermotif panda. Tapi, tengah malam aku terbangun akibat kedinginan. Ternyata selimutku tersebut tersibak seluruhnya hingga menggunuk di sebelah kiri tubuhku. Aku pun menarik selimut tersebut dan kembali bergelung dengan nyaman. 

 

Jam dinding menunjukkan tepat pukul 2 malam. Aku kembali terbangun karena kedinginan. Sendi-sendi ototku terasa begitu ngilu. Selimutku kembali tersibak ke tepi kiri. Aku pun kembali merenggut selimutku. Mengapa sulit sekali menariknya? Selimut itu terasa begitu berat seperti ada beban yang menindihnya! Karena mengantuk, aku tak terlalu mempedulikan kejanggalan itu.

 

Aku memejamkan mata kembali dan meraih guling yang tergeletak di sisi kiriku. Sudah kebiasaanku untuk tidur sembari memeluk guling. Tapi, ada sesuatu yang menahan guling tersebut hingga aku mengerutkan kening. Karena penasaran, aku pun duduk menghadap guling tersebut. Punggungku hampir menempel dinding karena ruang tidurku memang sangat sempit. Kemudian, kurenggut guling tersebut lebih kuat, tapi guling itu bergeming seperti dipaku. Tak putus asa, kurenggut guling tersebut sekuat tenaga. Tiba-tiba guling itu tak ada yang menahan lagi sehingga guling tersebut menampar keras wajahku. Aku yang menariknya sekuat tenaga pun hilang keseimbangan dan terjengkang membentur dinding. 

 

"ADUH!" seruku kesakitan. Kepala bagian belakangku berdenyut karena tumbukan keras. Punggungku pun terasa remuk.

 

KIKIKIKIK!!!

 

Suara tertawa yang melengking setinggi 7 oktaf itu sukses membuat bulu kudukku berdiri. Aku baru menyadari pemandangan mengerikan di hadapanku.Sulit dipercaya logika! Sejak tinggal di rumah gadai ini, logikaku runtuh berpuing-puing. Ada bocah cilik yang sedang menggunakan selimutku. Ia berbaring tepat di area gulingku tadinya berada.

 

Oh My God, berarti semalaman ini si tuyul ada di sampingku. TUYUL REBAHAN TEPAT DI SAMPINGKU! Aku ingin berteriak sekencang mungkin. BAPAK! IBU! DIKA! ADA TUYUL SEDANG HEALING DI SPRINGBED-KU. Tapi, lidahku kelu. 

 

Tuyul tersebut melirikku dengan pandangan manja. Mimiknya begitu manis seolah tak bersalah telah menyebabkan kepalaku benjol dan punggungku memar. Ini pasti tuyul yang dilihat Dika tadi sore. Aktif sekali bocah mistis yang satu ini. Dalam hari yang sama, ia mengganggu Dika dan diriku. Ia benar-benar caper alias cari perhatian.

 

Dengan pose seimut mungkin, Tuyul meringkuk dengan nyaman dan bahagia seolah-olah berada di sarangnya dan bukan berada di tempat tidurku. Semalaman kami berbagi bantal, guling, dan tempat tidur yang sama. Betapa dekatnya jarak antara kami berdua. Huhuhu! Mengapa makhluk halus terus menerus mengunjungiku? Sebenarnya, apa salahku?

 

Sekarang bagaimana aku bisa tidur? Tuyul menguasai tempat tidurku! Walaupun kubaca ayat pengusir hantu dalam hati, ia tak kunjung menghilang. Mungkin imanku kurang kuat?

 

  Sebaiknya, aku berpura-pura tak melihat tuyul tersebut. Aku lelah lahir dan batin. Sepasang mata nakal tersebut melirikku diam-diam. Senyum puas tersungging di bibir pucatnya ketika melihat aku merebahkan diri di sampingnya. Aku mendesah dan membalikkan tubuh agar tak perlu melihat tuyul keras kepala tersebut. Semoga pagi segera tiba!

 

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun