Berlanjut pada krisis ekonomi, Orde Baru yang disebut juga sebagai 'orde pembangunan' mendapat upah yang setimpal karena seni rupa fundamental perekonomian yang mereka bangun cenderung rapuh karena KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Sehingga seni rupa itu luntur karena tidak kedap air bah resersi global yang menerjang bagaikan gelombang tsunami. Hutang luar negeri yang sangat besar meskipun hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat berpengaruh sekali terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi.Â
Di sisi lain, rezim maupun pemerintahan Orde Baru cenderung ambisius untuk  menjadikan Indonesia seperti Inggris sebagai negara industri modern. Keinginan itu belum sesuai dengan kondisi nyata masyarakat Indonesia sebagai masyarakat agraris dengan taraf kehidupan dan pendidikan yang rata-rata masih sangat rendah untuk pengadaan industri modern.Â
Sebagaimana pergerakan kebangkitan nasional tahun 1908 lahir dan berkembang, faktor yang menunjangnya tentu saja pengenyaman pendidikan yang memadai pada rakyat. Selain itu, pemerintahan Orde Baru kembali menciptakan nuansa seni rupa jaman kolonial dengan sistem pemerintahan tangan panjang yang sentralistik tanpa adanya otonomi daerah.
Secara keseluruhan, tak pelak semua itu menjadi krisis sosial dan berujung pada krisis kepercayaan yang rentan terhadap berbagai konflik seperti konflik politik, agama, maupun antar etnis. Ketidakmampuan pemerintah Orde Baru dalam membangun kehidupan negara yang demokratis baik dalam politik, pelaksanaan penegakan hukum dengan sistem peradilannya maupun pelaksanaan pembangunan ekonomi yang merata dan berpihak pada rakyat jelata. Ketimpangan ekonomi ini semakin membentuk marginalisasi dan penggolongan.
Maka, Indonesia butuh seni rupa baru untuk mengganti jas merah, kemeja putih dan dasi kupu-kupu emas Orde Baru dengan desain seni rupa baru yang bernama Reformasi.Â
Seni rupa ini mengacu pada pelukisan pemerintahan yang bersih dari KKN, menegakkan supremasi hukum serta mengadili rezim Orde Baru yang menyimpang, penghapusan dwifungsi ABRI, perancangan dan pelaksanaan amandemen UUD 1945, kemudian pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya. Inilah saatnya berpindah dari zaman informasi menuju jaman konseptual.Â
Reformasi untuk bagaimana tindak-tanduk perubahan kehidupan yang dipengaruhi oleh teknologi dan globalisasi akan memberikan dampak terhadap gaya hidup, cara kerja serta imajinasi untuk seni rupa lingkungan Indonesia yang semakin hiruk-pikuk.
Tidak hanya politik saja yang dapat memiliki 'trias' sebagai trilogi pembangunan, ketiga bidang utama lainnya dalam "keblat papat" juga dapat memiliki trilogi pembangunannya masing-masing. Yang pertama pada bidang sosial, seni rupa 'trias socialdemocratico' (tiga sosial-demokrasi) yang dapat dilukiskan adalah "sasmaka, sasmaya, sasmita". Sasmaka (sinar, cahaya) merupakan elemen warna seni rupa sistem kepercayaan dalam kehidupan sosial seperti; animisme, dinamisme, hingga agama modern.Â
Selama ini, elemen warna seni rupa bidang sosial ini hanya dijadikan alat politik aliran untuk petahana tirani kekuatan dan kekuasaan belaka. Agama bukan menjadi sinar, tapi malah menjadi onar dengan gerakan separatisme berbasis agama merebak dan meretak semerbak dupak-dupakan (saling menendang, saling menyingkirkan) seperti pada era keruntuhan akhir keberlangsungan Majapahit yang kehilangan cahayanya oleh benturan sistem kepercayaan asing yang semakin mendesing bagaikan gasing.Â
Semenjak saat itu, sebuah candrasengkala (kronogram) yang berbunyi "sirna ilang kretaning bumi" (sirna hilanglah kemakmuran bumi) yang terjadi dan terjadilah.Sistem kepercayaan acapkali menjadi benturan magma-magma yang meletupkan bencana kelam. Bagaimana kelumatan dan keselamatan bisa lahir dari rahim sama, agama?