Mohon tunggu...
Yubal Yamasema
Yubal Yamasema Mohon Tunggu... Full Time Blogger - the song from quiet

I am Mr. Alone from loneliness language on the vacuum in other world...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

ASRI, Arah Seni Rupa Indonesia

20 Agustus 2019   12:31 Diperbarui: 20 Agustus 2019   12:42 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan begitu, seharfiahnya trilogi pembangunan politik "satata, satiti,satentrem" sebagai fungsi untuk melindungi daripada meneladungi (mematuk, menyerang, mengintimidasi) permasyarakatan. Sebab, kaidah inteligensi dengan keras melarang mencampur-adukan kehidupan orang lain. Karena, akibat dari rasa tidak aman dan tidak tenang berasal dari eksistensi kekubuan dalam membentuk pengaruh dan asumsi yang tidak beradab demi hasrat kebinatangan predator yang mencobai lingkungannya sebagai aset pelampiasan karakteristik. Empati politik BLANGKON (Bina Labirin Niaga Geometris Kooperatif  Nasional) diperlukan untuk mengurangi dampak risiko permafiaan yang tumbuh dan berkembang dalam kongsi dagang agar tidak selalu berelegi mengulang tragedi agresif 3G (Gold, Glory and Gospel) kolonialisasi seperti VOC(Verenigde Oost Indische Compagnie) yang menindaskan cultuur stelsel (budaya memaksa, tanam paksa, kerja rodi) dengan landasan mutlak main hakim sendiri karena memiliki angkatan perang tersendiri dari kerajaan Belanda. Inilah sisi lain dari latar belakang pengusulan dibentuknya angkatan kelima yang mempersenjatai buruh dan tani. Terlepas dari itikad buruk mempersiapkan metode pemberontakan seperti kaum Bolshevik, itikad baiknya adalah menyiagakan rakyat dari garis keras militansi feodalisme seperti yang selalu menjadi mimpi buruk buruh dan tani di abad pertengahan yang disebut juga sebagai jaman kegelapan. Kapitalisme para pemilik tanah selalu membuat terperangah.

BLANGKON (Bina Labirin Niaga Geometris Kooperatif  Nasional) mengkonversikan simpati lorong-lorong keresahan publik pada temperatur 'ringan tangan'(main hakim sendiri, penganiayaan) infanteri ilegal menjadi empati labirin-labirin keabsahan publik pada temperatur 'ringan tangan'(cekatan, kerajinan) altileri legal menjadi kerjasama yang hakiki atau netral antara pemerintah dan swasta dalam kemasyarakatan melalui metode pendekatan FIFO (Frekuensi Informal Fabrikan Obyektif) dan metode pemufakatan LIFO (Legalisir Industri Fabrikan Obyektif). Reformasi empati politik melalui FIFO bertujuan untuk neraca keamanan dan kenyamanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang netral, adil, dan bijaksana. Pihak pemerintah sebagai penyelenggara negara dalam birokrasi menempatkan kontrol keamanan dan kenyamanan negara melalui pemberdayaan aparatur negara kepada pihak swasta selaku perniagaan negara dalam kreasi produktifitas dan ketenagakerjaan.

Serta merta pemerintah lebih menghemat pembiayaan keamanan dan kenyamanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena, frekuensi informal dari pihak swasta yang berbahaya adalah kuota bayang-bayang infanteri ataupun artileri untuk menjadi oposisional yang samar-samar yang suatu saat tidak hanya menjadi ancaman bagi pihak pemerintah saja, tapi juga bagi seluruh rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Liberalisasi atau kebebasan tidak serta merta aktifitas swasta tanpa kontrol pemerintah. Untuk menghindari kepanikan di investasi, produksi, distribusi, hingga konsumsi pasar dan untuk meningkatkan investasi publik dan menciptakan neraca permintaan dan pernawaran dengan memodifikasi kapitalisme yang telah diklaim tidak demokratif pada penempatkan aparatur negara sebagai kepengawasan. Karena dalam praktiknya selama ini kedua belah pihak berujung kepemerasan yang menghasilkan lingkaran setan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) bersuap-suapan.

Peristiwa Gerakan 30 September di akhir rezim Orde Lama adalah salah satu contoh ketimpangan frekuensi informal dan frekuensi formal yang menjadikan seolah-olah aparatur negara saling terkam-menerkam untuk membungkam administratur negaranya sendiri. Bakul (pedagang, pengusaha) tetaplah bakul, bukan untuk menjadi 'tukul' alias "tukang pukul". Kapitalisme secara samar-samar menghasilkan komplikasi dengan menjadi negara dalam negara. Dari perihal tersebut, empati politik BLANGKON selanjutnya mengapresiasikan GEBER (Gerakan Benteng Rakyat) melalui metode pemufakatan LIFO (Legalisir Industri Fabrikan Obyektif) pihak pemerintah selaku birokrasi perijinan usaha mewakilkan aparat sebagai pengawasan keamanan yang harus diterima pihak swasta selaku aristokrasi pelaku usaha sebagai pemawasan kenyamanan dalam atmosfer yang sama sebagai "noblesse oblige" (tanggung jawab yang mulia) tanpa mewakilkan keparat yang beringus-ingus diterima pihak rakyat jelata untuk demonstrasi.Tanggung jawab kepada masyarakat atas dukungan dan kerja keras mereka, karena orang kaya tidak menjadi hebat dengan usaha sendiri tanpa tenaga kerja.

Dengan kombinasi atom proton (pemerintah) dan atom elektron (swasta) yang seimbang akan menginvestasikan empati politik BLANGKON dalam trilogi pembangunan ekonomi "rega, rempaka, rupa" sebagai fungsi untuk empati ekonomi IONISASI (Impuls Obyektif Labirin Nusantara). Melalui metode pendekatan PROTON (Pengawasan Reformasi Otonomi Teritorial Obyektif  Nasional), pemerintah daerah maupun pusat memberikan empati politik 'si pengawas' dalam menuntun masyarakat lama 'kramadangsa'  menuju masyarakat baru  sebagai'masyarakat tanpa ciri' secara nasionalis dan demokratis. Sehingga metode pemufakatan ELEKTRON (Ekosistem Legalisir Ekonomi Kooperatif Taman Otonomi Nasional), swasta maupun rakyat jelata memberikan empati politik 'si mawas' dalam meleburkan senyawa lama 'kramadangsa'  menuju semburan unsur 'rumangsa' bernegara. 

Selain itu, seni rupa Reformasi juga bukan hanya keseriusan, tetapi juga bermain. Banyak bukti yang menunjukkan manfaat kesehatan dan keuntungan profesional dari tawa, hati ringan, bermain, dan humor tanpa menghapus waktu untuk serius. Tetapi, terlalu serius bisa berakibat buruk pada karier dan lebih buruk lagi untuk kesehatan mental secara keseluruhan. Di jaman modernisasi ini, dalam kerja dan kehidupan, manusia tetap membutuhkan wahana bermain. Karena lawan dari bermain bukanlah bekerja, tapi depresi. Bermain adalah bertindak dengan keterlibatan menyeluruh secara gembira dan alamiah. Permainan adalah bentuk seni rupa tertinggi suatu investigasi. Bermain di abad 21 akan seperti kerja selama 300 tahun terakhir dalam masyarakat industri. Bermain merupakan cara utama untuk mengetahui, melakukan sesuatu, dan menciptakan nilai. Bermain bukan hanya milik dunia TK (Taman Kanak-Kanak) saja, bermain milik segala umur masyarakat dalam keseimbangan perilaku ringan dan penuh canda tawa yang merupakan sifat individu yang kreatif.

Maka, seni rupa Outbond belakangan ini semakin semarak dengan berbagai perusahaan yang menyadari perlunya penyegaran para pekerjanya menggunakan agenda bermain melalui layanan jasa ini. Tampaknya menjadi jelas bahwa di jaman kelimpahan informasi ini, konseptual humoria dan humaniora menyediakan sesuatu yang tidak bisa dilakukan otak kiri. Dengan lebih jauh lagi, sekarang etika bermain dapat memperkuat dan mengangkat etika kerja. Permainan mengajarkan berbagai pelajaran pemikiran menyeluruh kepada generasi pekerja baru, dan melahirkan suatu industri yang menuntut beberapa keterampilan utama dari informasi menuju konseptual. Humor juga menampilkan banyak aspek pemikiran kompleks yang diperlukan pada jaman otomatisasi dan peralihan teknologi digital. Dan tawa sederhana saja bisa membawa kegembiraan dengan konsep seni rupa yang "No form, no fee, no fuss (tidak ada bentuk, tidak ada biaya, tidak ada cekcok)".

Bermain akan lebih menjadi kenangan sangat indah dari masa ke masa. Keindahan bermain menjadi pengalaman yang lebih lekat dan pekat. Ia tersimpan di dalam pusat memori (di dalam otak kecil bagian kanan) dan di dalam pusat rasa (di dalam relung hati atau nurani) sampai kapan pun selama usia masih dikandung badan. Kelekatan dan kepekatan  itulah yang akhirnya menjadi dasar bagi kepribadian seseorang sebagai hasil interaksi awal yang mengisi pondasi jiwa (korelasi akal dan emosi) yang terdalam bagi seseorang. Itulah pondasi dari kecerdasan emosional yang positif bagi manusia hingga akhir hayat. Melebur bersama deburan ombak di mana manusia tidak bisa menghentikan ombak, namun manusia bisa belajar berselancar  dan bermain adrenalin untuk mengatasi ombak.

Dalam usaha mencari pengetahuan, sesuatu ditambahkan setiap hari. Namun, dalam usaha mencari pencerahan,sesuatu diteteskan setiap hari. Singkaplah tabir turis-turis asing maupun domestik selama ini, bahwa sesungguhnya semua itu adalah pasien kapitalisme. Bayangkan saja rutinitas kejayaan sekelas FORBES 500 pada permainan kehidupan. Kejemuan dan stres akan membawa mereka mencari bermain untuk melepas penat mereka. Indonesia negara tropis dengan iklim hangat dan sejuk yang tidak terkikis oleh datangnya musim dingin dapat menjadi sarana dan prasarana untuk itu, di mana secara geografis Indonesia adalah Nusantara (antar pulau) yang bukan menjadi Galauantara (antar galau) pada SDM dan SDA. Maka, kenapa dan mengapa selama ini Indonesia hanya menjadi panas oleh politik aliran, etnis, agama dan berbagai separatisme lainnya. Apalagi kalau bukan manipulasi kapitalisme dalam permainan seni rupa embel-embel liberalisme, pada akhirnya kemerdekaan itu untuk apa dan siapa yang kemudian menambah gembel pasal 34 UUD 1945.

Dunia tidak selebar daun kelor, karena rutinitas yang menjemukan pun terkadang menjadi teror. Jika bermain itu menyembuhkan, bermain itu menjadi meneduhkan. Dan bermain itu menjadi seni rupa murni informasi KKM (Koperasi Kepulauan Maritim) dalam konsepsi seni rupa terapan KKN (Kooperatif, Kreatif, dan Nasionalis). Trilogi pembangunan budaya "cipta, rasa, karsa" mengkonversikan budaya bermain pada PRIAMBODO (Peran Reformasi Inisiatif Akuntabel Masyarakat Botani Domestik). Menikmati pekerjaan seperti juga menikmati bermain akan jauh lebih menyenangkan jika masyarakat berusaha melakukannya tidak hanya untuk sekedar mencari uang, tapi ruang untuk peluang waktu. Fleksibelkan Indonesia dalam globalisasi menyesuaikan gaya bermain sesuai yang dapat dipahami masyarakat saat dinamika permainan berubah secara emosional. Bermain yang lebih dekat dengan pekerjaan itu sendiri jauh lebih hemat untuk istirahat, berjalan-jalan, atau sampai harus meninggalkan sekelumit waktu untuk bermain hingga "uripku kurang piknik pa ya?"

Budaya bermain PRIAMBODO (Peran Reformasi Inisiatif Akuntabel Masyarakat Botani Domestik) menjadikan otonomi daerah itu tidak hanya sekedar mengejar valuta rupiah pada komoditi ekspor, sehingga pengaruh dan asumsi masyarakat agrikultur terkesan 'rekasa' (susah). Padahal, agrikultur sebagaimana koperasi itu sendiri adalah multifungsional pada sebuah peluang untuk ruang devisa dengan gerakan 3A (Agrikultur, Agribisnis, dan Agriwisata). Maka setali tiga uang, desain budaya ATK (Agrikultur, Teknologi, dan Kemakmuran) untuk bermain budaya PRIAMBODO (Peran Reformasi Inisiatif Akuntabel Masyarakat Botani Domestik) adalah petani maupun peternak dapat menjadi gembala modern globalisasi sebagai dokter GARBA (Garda Bhinneka Atma). Inisiatif menciptakan lingkungan kerja mereka juga dapat sebagai lingkungan bermain narasumber devisa negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun