Mohon tunggu...
Nita Harani (Syamsa Din)
Nita Harani (Syamsa Din) Mohon Tunggu... Guru - Guru Madrasah Ibtidaiyah

I'm Nothing Without Allah SWT. pengagum senja, penyuka sastra. wahai diriku, sebelum sutradara kehidupan berkata CUT!!! teruslah melangkah, berlari & melompat lebih tinggi. No Regret Life...No Pain, No Gain. Keep Hamasah wa Istiqomah..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kamboja Luruh Menjelang Ramadan

17 Mei 2018   11:11 Diperbarui: 17 Mei 2018   11:24 1076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usai sholat Isya malam itu, mamak sigap menggelar tikar pandan di tengah ruangan. Dua piring nasi mengepul, semangkuk tumis bunga kates, tempe goreng dan sambal terasi, tampak menantang di bawah sinar lampu yang redup. Aku tak mau mengulur waktu. Aku selalu merindukan moment seperti ini dengan mamak.

Menjelang suapan pertama, aku tersentak. Aku berdehem meraih cerek berisi air lalu menuangkan isinya ke dalam piring nasiku, mamak bengong.

"Lho..lho..kok nasimu disiram air? Nasinya kurang banyak?" mamak heran

"Ditambah air pasti lebih sedap mak, nyamm..kan lebih enak" aku agak gugup. Sekarang makanan seperti ini sulit kucerna, makanya kusiram air. Untung mamak tak curiga.

"Kapan ya mak aku bisa pulang lagi?" tanyaku menjelang tidur, aku terkejut dengan pertanyaanku sendiri. Sesaat mamak manatapku aneh.

"Kau bisa pulang kapan pun kau mau, jangan ngelantur..dan kalau pulang nanti usahakan bawa calon menantu untuk mamak" jawab mamak agak ketus.

Tajam kutatap lantai peron Stasiun Klaten pagi itu, memilah kata untuk kuucapkan, tapi aku gagal. sementara mamak sibuk mengikat bungkusan berisi lauk dan makanan kegemaranku.

"Zaf" mamak menatapku lekat, menelusuri wajahku dan menyelami mataku, entah apa yang ia cari di sana hingga dahinya berkerut. Apa mamak menemukan sesuatu di mataku?

"Kau menyimpan rahasia" tangan mamak menyentuh pundakku, aku tergeragap.

"Ha..ha..rahasia opo to mak?" kupaksakan tawa untuk menutupi kegugupan.

"Eh, mak kereta mau berangkat!" kuraih tangan mamak, matanya masih menyimpan curiga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun