Mohon tunggu...
ana Mhi
ana Mhi Mohon Tunggu... Wanita dengan keseharian biasa saja

Suka kopi dengan khas pahitnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Cerpen) Maaf! Jalanku Memang Lambat

2 September 2023   09:39 Diperbarui: 2 September 2023   09:46 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bu, ini rumputnya langsung dikasih?" tanya Amir dengan wajah yang penuh peluh sembari memikul sekarung rumput yang telah dicacah.

"Yang baru itu di simpan dulu, Mir, besok baru dikasih. Bawa ke sini, biar ibu tunjukin." Nina menuntun Amir ke tempat di mana rumput yang baru dipanen akan di simpan dan menunjukan rumput mana yang sudah bisa diberikan untuk ternaknya.

Setelah dijelaskan, Amir dengan segera melaksanakan tugasnya. Memberi makan beberapa ekor ternak milik Nina dan suaminya.

Amir baru saja bekerja hari ini, suami Nina memutuskan untuk menambah orang membantu mereka memberi makan ternak dengan sistem gaji perminggu.

Sebenarnya ada satu pekerja lagi yang bertugas untuk memanen rumput, sebelumnya tugasnya juga sekalian mencacah. Sedangkan suami Nina bagian memberi makan, namun karena sudah merasa kewalahan suami Nina memutuskan untuk menambah pekerja lagi.

Sehingga kedua pekerjanya memikul tugas masing-masing yaitu memanen dan memberi makan, sedangkan suaminya bagian mencacah. Tidak begitu makan tenaga, karena mencacah sudah menggunakan mesin.

"Terima kasih, ya Rabb." Nina bergumam pelan sembari tersenyum melihat Amir -anak muda desa yang begitu bersemangat bekerja.

Terpintas sekilas masa-masa saat Nina dan suaminya baru saja merintis bisnis ternak ini, jatuh bangun bersama dan bermimpi bisa membuka lapangan pekerjaan.

Seketika pikiran Nina melayang mengingat masa lalu saat ia diremehkan oleh teman-teman terdekatnya semasa sekolah dulu.

"Kulit kamu kok agak gelapan gitu ya, Nin," celetuk Laras -salah satu teman Nina.

"Iya, loh. Kamu keliatan gak ngurus diri tahu gak sih, Nin." Seolah tidak mau diam, Wati ikut menyindirnya.

"Masa, sih?" Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Nina, ia menyeruput es teh manis yang dipesannya.

Nina sudah merasa tidak nyaman dengan reunian yang dia dan teman-temannya lakukan hari ini. Sebenarnya ada rasa sesak di dada, rasa-rasanya ia ingin pulang saja.

"Kalian apaan sih, kita kan mau senang-senang hari ini. Kok pertanyaannya malah rasis gitu," Nia menegur kedua temannya karena dia merasa ketidaknyamanan Nina saat itu, "jarang-jarang, loh Nina pulang ke sini dan ngumpul sama kita," lanjutnya.

Nina tahu teman-temannya sudah mendengar kabar bahwa semenjak menikah dan ikut suami, Nina menghabiskan waktunya bersama suami mengurus ternak. Bahkan sampai ikut panas-panasan hanya untuk membantu suaminya memanen pakan untuk ternak mereka.

"Bukan gitu, aku cuma mikir kayaknya kamu salah ngambil keputusan deh, Nin. Nikah muda terus ninggalin pekerjaan kamu di kantoran, malah milih ikut suami dan sekarang sibuk panas-panasan." Seolah belum puas, Wati terus saja menyerang Nina dengan ucapannya.

"Iya, aku ajah belum kepikiran mau nikah. Masih pengen menikmati masa muda, ngabisin waktu jalan-jalan terus bisa belanja apa ajah yang aku mau," sambung Laras.

Tidak ada yang bisa Nina katakan, hanya perasaan sedih yang menyelimutinya saat ini. Jika saja ia hanya sendiri, mungkin sedari tadi air mata yang ia tahan sekuat tenaga sudah tumpah.

Dua tahun menikah, sudah begitu banyak cobaan yang Nina dan suaminya lewati.

Sekarang dia ingin pulang, menemui suaminya dan minta untuk dikuatkan, seperti yang selalu mereka lakukan setiap hari ketika perasaan ingin menyerah itu hadir.

"Apaan sih kalian ini! Udah tuh makan ajah, entar keburu dingin." Lagi-lagi Nia melerai dan berusaha mencairkan suasana.

Nina menatapnya dan tersenyum kecil, Nia tahu perasaan Nina saat itu. Dia juga bisa melihat mata Nina yang sudah berkaca-kaca.

"Bu, ini air minumnya Amir taruh di mana?" kata Amir memecah lamunan Nina.

"Di letakin ajah di samping ternaknya, Mir. Itu sudah ada tempatnya," jawab Nina menunjuk tempat yang ia maksud.

Dengan segera Amir menuangkan air ke tempatnya, kemudian ia berikan sedikit garam. Itu petunjuk yang diberikan Nina padanya.

***

Menjelang sore, Nina menemani suaminya duduk di samping kandang.

Berteduh di salah satu pohon yang cukup rindang, tempat itu memang biasa mereka gunakan untuk bersantai, bersenda gurau sambil melihat ternak-ternak mereka makan atau beristirahat.

Ditemani secangkir kopi dan makanan ringan sebagai pelengkap di antara cerita mereka.

"Bun, ini bukannya teman kamu, ya?" Suami Nina menunjukkan handphone-nya.

Nina membaca curhatan yang disampaikan Wati lewat status Facebook-nya. Beberapa sahabat Nina memang sudah berteman di akun Facebook suaminya itu.

"Wati kena PHK juga rupanya." Nina bergumam pelan namun masih bisa didengar oleh suaminya yang sebelumnya sudah membaca status itu.

"Beberapa waktu lalu bukannya bunda cerita, teman bunda yang satunya dipecat juga terus ditinggalin suaminya, ya?" tanya suami Nina kembali memastikan.

Nina hanya mengangguk mengiyakan. Belum lama ini dia memang mendengar kabar dari Nia bahwa Laras -teman mereka itu juga kehilangan pekerjaan dan tidak lama kemudian ditinggal oleh pasangannya.

"Insya Allah... mereka bisa dapat ganti yang lebih baik, aamiin." Nina membatin, kemudian mengembalikan handphone suaminya dan dilanjutkan dengan menyeruput kopi hangat miliknya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun