Dalam tradisi Sulawesi Utara terdapat tiga orang pengguna nama Mokodompit. Ketiga orang ini beda zaman namun terkait silsilah. Mokodompit pertama adalah Mokodompit putra raja Makalalo. Mokodompit cukup terkenal sebab dia pernah bertemu dengan Diogo Maglahaes pada tahun 1563 di Bolaang dengan status pangeran Manado sekaligus raja Bolaang.
Mokodompit kedua adalah putra kedua Raja Dom Fernando. Dokumen primer mencatatnya sebagai Prins Macarumpius van Ajon (Pangeran Mokodompit dari Ayong). Dia adalah cucu dari Raja Mokodompit pertama sebab ayahnya adalah putra dari raja Mokodompit.
Mokodompit ketiga adalah Cucu dari Raja Loloda Mokoagow kinta Datu Binangkang. Abo' Mokodompit inilah yang menjadi cikal bakal marga Mokodompit saat ini.
Menjadi bahasan kali ini adalah Raja Mokodompit putra Raja Makalalo. Seorang Pangeran Manado yang menjadi raja Bolaang sebelum akhirnya menjadi raja Manado (dan Bolaang).
Putri Tohobe, Cinta Pertama Mokodompit
Mokodompit saat peristiwa ini terjadi masih berstatus anak dari pangeran Manado. Kakeknya yang bernama Busisi masih menjabat sebagai Raja Manado dan Bolaang. Ayah dari Mokodompit (Makalalo) berstatus putra Mahkota Manado. Suatu waktu, pangeran yang masih berusia remaja ini pergi berlayar ke arah Kaidipang. Di negeri inilah untuk pertama kalinya Mokodompit jatuh cinta. Tohobe seorang putri bangsawan keturunan Wintuwintu menjadi orang pertama yang bertengger dihati Mokodompit. Demikian juga bagi Tohobe, Mokodompit adalah cinta pertamanya.
Singkat cerita dilangsungkanlah pernikahan yang meriah antara Pangeran Mokodompit dan Putri Tohobe di Kaidipang. Setelah resepsi adat pernikahan selesai, putri Tohobe diboyong oleh Mokodompit ke negeri Mongondow. Mokodompit sangat percaya diri bahwa cintanya kepada Tohobe sama persis dengan Tohobe mencintainya dan tentu ini yang dirasakan oleh Mokodompit diawal pernikahan mereka.
Setelah beberapa tahun menikah kedua insan ini belum juga dianugerahi keturunan namun demikian Mokodompit tetap setia dan tak pernah berpaling. Di saat inilah ternyata bahtera rumah tangga Mokodompit mulai oleng, Putri Tohobe ternyata mempunyai "Pria Idaman lain".
Umbojakan, seorang laki-laki pendatang di negeri Mongondow menarik hati Tohobe. Ketika Mokodompit tidak berada di rumah, Umbojokan sering berkunjung ke Tohobe. Tohobe sering mencurahkan perasaannya kepada Umbojokan terkait Mokodompit yang sering bepergian bahkan belum memiliki anak menjadi ajang bahasan dari kedua insan ini.
Bermula dari "curhat" muncullah benih cinta terlarang dari Tohobe dan Umbojokan. Tohobe yang tidak mampu membendung hasrat akhirnya pergi bersama Umbojokan meninggalkan suaminya, Mokodompit. Perbuatan Tohobe dan Umbojokan ini tentu menggemparkan Negeri Mongondow. Tohobe telah "Monualing", perselingkuhan adalah perbuatan terlarang dalam adat Mongondow. Tohobe yang telah pergi bersama Umbojokan dihukumi adat pelepasan status bangsawannya. Tohobe menjadi rakyat jelata seperti Umbojokan, segala fasilitas sosial terkait kebangsawanan tidak lagi akan diperoleh oleh Umbojokan. "Pintud bo' Poleagon" menimpa Tohobe. dijatuhkan dan terusir dari negeri Mongondow.
Dengan membawa hati yang patah, Mokodompit meninggalkan Mongondow pergi ke pulau Manado tempat bersemayam kakeknya selaku raja Manado.
Putri Tahanerang, Pelipur Lara Mokodompit yang Akhirnya diduakan
Mokodompit yang sempat patah hati dengan Tohobe sempat dihibur oleh pembesar kerajaan dengan memperkenalkan perempuan-perempuan cantik asal pedalaman Manado namun Mokodompit masih juga belum membuka hatinya.