“Saya hanya anak buah. Tidak mungkin bisa berbuat yang terbaik tanpa komandan yang membanggakan,” katanya lekas-lekas membalikkan pujian kepadaku.
“Saya punya ide baru."
Mas Djoko segera mengangguk.
Aku pun melangkah perlahan, bergeser sedikit dari pohon saman. Memandangi tanah lapang yang dikitari pepohonan nan hijau. Rimbun pohon yang telah memberi alam di sekitarnya kesejukan.
"Barangkali ide ini bisa bantu kita."
“Tentang apa, Pak?”
“Saya juga baru terpikir tadi pagi,” kataku seraya menatap wajah Mas Djoko. “Saya berharap tempat ini jitu sebagai alat deteksi.”
“Alat deteksi?”
Aku tersenyum lebar sambil memandang ke selatan. Terpukau oleh tingkah burung-burung kecil yang bersarang di pohon ketapang kencana. Daun-daun pohon itu bergerombol membentuk atap dan melindungi tanaman di bawahnya. Konon, ketapang kencana bisa menyerap polusi yang bertebaran di sekitarnya.
Tak jauh di sebelahnya, terdapat pohon tanjung berdaun lebat yang tak mudah gugur. Batang dan rantingnya sangat kuat, sehingga tak membuat orang di dekatnya kuatir bila angin datang bertiup kencang. Mampu menyerap unsur pencemar timbal dalam kadar rendah.
“Saya ingin menguji kejujuran perwira kita,” kataku masih tersenyum lebar.