Mas Djoko pun manggut-manggut. Hingga menghela napas sejenak. Tampaknya dia sudah memahami keinginanku. “Silakan, Pak."
"Semoga mereka tidak ABS,” kataku. ABS adalah singkatan 'asal bapak senang'.
Mas Djoko kembali manggut-manggut. Senyum tipis masih bertahan di wajahnya. Meskipun tak semua ideku akan dia angguki, kali ini dia tampak senang dan bersepakat.
“ABS itu penyakit yang harus dibasmi,” katanya sambil tersenyum lebar.
"Harus, sebelum terlambat," sahutku.
Lalu aku menjelaskan panjang lebar bahwa praktik ABS semakin marak. Menjamur di sana-sini. Tak sedikit pemimpin mengalami sesat moral lantaran ABS dibiarkan terus menjalar. Padahal, sikap ABS sudah terbukti sering menjerumuskan para pemimpin. Begitu banyak bawahan yang sengaja berbohong demi menyenangkan atasannya.
"ABS memang bahaya."
“Jelas, bisa buat kita celaka,” kataku menegaskan. Aku mendongak memperhatikan dahan-dahan pohon saman. Pohon yang kokoh pikirku. Mampu menurunkan konsentrasi gas secara efektif. Bahkan menyerap C02 lebih banyak.
“Saya panggil saja mereka kemari?”
“Boleh.”
Mas Djoko pun memanggil para perwira. Beberapa meter dari tempatku berdiri, seorang kopral tampak sedang membersihkan semak yang mulai mengganggu badan jalan. Makin lama, dia makin dekat saja kepadaku.