5. Atasan yang mengajarkan saya untuk menjadi lebih dewasa
Kalau ini bisa jadi hanya saya rasakan sendiri. Saya tidak tahu apakah rekan kerja lainnya turut merasakannya atau tidak.
Dulu saya sangat sebal pada ibu karena sikapnya yang otoriter dan sangat keras. Selama ini belum ada satupun orang yang memberikan pengertian mengapa ibu saya sangat otoriter, tapi Miss A adalah orang pertama yang mengatakan bahwa ibu saya sangat bertanggung jawab.Â
Tidak mudah bagi seorang single parent yang merawat dan mendidik anak-anak sendirian sambil bekerja. Apalagi anak-anak ibu saya, perempuan semua. Kalau tidak keras, khawatirnya kami akan masuk dalam lingkungan pergaulan yang salah.
Setiap setelah mengajar, Miss A akan menanyakan perasaan apa yang saya rasakan ketika mengajar anak-anak. Beliau juga yang membimbing saya untuk bisa memiliki perasaan sayang terhadap anak-anak.Â
Sembari mengajar dan mendidik anak-anak, sembari saya mengintropeksi diri. Semakin lama saya menyayangi murid-murid seperti anak sendiri, di sana saya baru paham perasaan ibu yang selalu memproteksi anak-anaknya. Karena saya sendiri menjadi over protektif terhadap murid-murid, bahkan terkadang timbul rasa marah apabila murid-murid melakukan kesalahan.
Misalkan ada murid yang mau melompat dari meja. Sebagai guru bisa saja saya hanya bilang "ayo turun, nanti jatuh", tapi sebagai seorang ibu, omongan itu akan disertai dengan pelototan, karena khawatir murid tersebut akan terluka kalau sampai jatuh.Â
Setelah murid turun dari meja, rasa khawatir pun malah menjadi omelan supaya nanti mereka jangan melakukan kesalahan yang sama.Â
Saya jadi paham akan perasaan ibu yang sering ngomel di rumah, mungkin itu bentuk rasa khawatir ibu sebenarnya, apalagi saya dulunya cukup bengal untuk dinasihati.Â
Rasa sebal pada ibu pun berganti menjadi rasa sayang. Masih suka sebal sih kalau diomeli, tapi memahami rasa sayang dan khawatir ibu pada saya.
Tentunya dalam mengajar sikap mengomel sebenarnya tidak diperbolehkan dalam belajar-mengajar, saya pun sering ditegur oleh Miss A dan selalu dibimbing, hingga saya menemukan titik di mana saya bisa mengelola rasa khawatir saya agar tidak menjadi omelan, tapi teguran halus dan menenangkan ala Montessori.