Angka tidak hanya menjelaskan dunia ekonomi, tetapi mengisahkan perjuangan manusia memahami dirinya sendiri.
Penutup: Dari Angka ke Makna
Dalam dunia yang semakin terobsesi pada data, angka, dan algoritma, pemikiran Wilhelm Dilthey memberi peringatan lembut: bahwa di balik segala rasionalitas ekonomi, ada kehidupan manusia yang berdenyut.
Akuntansi hermeneutik mengajak kita kembali memandang angka sebagai cermin kehidupan, bukan sekadar objek statistik. Ia menuntut kita untuk memahami, bukan hanya menghitung.
Dengan memadukan pengetahuan, makna, dan nilai, teori akuntansi hermeneutik membuka ruang bagi akuntansi yang lebih manusiawi akuntansi yang tidak hanya mencatat transaksi, tetapi menulis kisah kehidupan.
10. Relevansi Teori Hermeneutik Dilthey dalam Dunia Akuntansi Modern
Mungkin sebagian pembaca bertanya-tanya: apa hubungan antara filsafat abad ke-19 dan praktik akuntansi yang kini sangat digital, serba otomatis, dan berbasis kecerdasan buatan? Apakah pemikiran Dilthey masih relevan di tengah era big data dan blockchain accounting?
Jawabannya: justru semakin relevan.
Dalam dunia yang terobsesi pada otomatisasi dan presisi angka, manusia perlahan kehilangan sentuhan maknanya. Akuntan menjadi "operator algoritma", bukan lagi penafsir tanggung jawab. Perusahaan lebih sibuk memenuhi kepatuhan regulasi daripada menumbuhkan kesadaran moral. Di sinilah hermeneutika Dilthey kembali menjadi penuntun.
Hermeneutika mengingatkan bahwa teknologi tidak pernah netral.
Di balik setiap sistem akuntansi digital, ada nilai-nilai yang dikandung dan diputuskan oleh manusia.
Ketika perusahaan menggunakan sistem Enterprise Resource Planning (ERP) atau AI auditing, mereka sebenarnya sedang menerapkan seperangkat logika moral tertentu tentang efisiensi, kecepatan, dan kontrol. Namun siapa yang menafsirkan "keadilan" dalam algoritma itu? Siapa yang memahami makna keputusan keuangan bagi nasib pekerja, pelanggan, dan lingkungan?
Hermeneutika mengembalikan manusia sebagai pusat pemaknaan.
Meski angka diproses oleh mesin, makna tetap lahir dari pengalaman manusia yang menggunakannya.
Karena itu, dalam dunia digital sekalipun, akuntansi tetap merupakan "ilmu kehidupan" (Lebenswissenschaft) bukan sekadar sistem data.