Mohon tunggu...
Mario b o j a n o Sogen
Mario b o j a n o Sogen Mohon Tunggu... Penulis - Pengagum Senja | Penulis | Content Writer Nongkrong.co

Aku ingin menjadi seperti kunang-kunang. Dalam gelap aku terang. Dalam gelap aku bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepenggal Kisah di Kereta Pagi

3 Juli 2021   12:18 Diperbarui: 3 Juli 2021   12:22 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagiku, itu semua hanya kalimat basi yang tak ingin kudengar lagi dari mulut seorang perempuan, meskipun ibuku sekalipun yang mengatakan itu.

"Jangan tanyakan kenapa tapi tanyakan kapan aku akan menikah maka aku akan menjawab tidak akan," jawabku pelan dengan nada berbisik.

Aku melihat jelas wajah yang memerah pada wajahnya. Tentunya ia kebingungan. Tapi syukurlah, dia mengerti dan tidak lagi bertanya. 

Mungkin saja ia dapat menduga aku pernah mengalami luka hati yang teramat dalam. Atau mungkin saja ia berpikir bagaimana caranya meluluhkan hatiku?

Nissa masih diam. Ia memandangi arlojinya lalu berdiri dan mengeluarkan jaket dari dalam tasnya.

"Bolehkah bahumu kupinjam ? Sebentar saja. Aku ingin menyenderkan kepalaku sejenak."

Aku membisu tak mengatakan apa-apa. Jantungku berdegup kencang ketika Nissa dengan segera menyenderkan kepalanya di bahuku sedangkan aku belum mengiyakannya. 

Nissa mungkin tahu aku ketakutan sehingga ia mengatakan sekali lagi dengan mata terpejam "sebentar saja, tidak lama."

Aku tak mampu berbuat apa-apa lagi selain diam dan membiarkan Nissa menyenderkan kepalanya di bahuku. Aku melihat arlojiku. Waktu sudah menunjukkan jam 10.37 WIB dan aku tak tahu kereta kami sudah sampai di belahan bumi mana. Jantungku berdegup dengan sangat kencangnya. Nissa mungkin ikut merasakan itu.


Sejenak aku mengingat kembali kenangan pahit yang dulu pernah kualami. Bahuku adalah alas kepala paling empuk milik Aulia. Aulia selalu menggunakan bahuku sebagai alas kepalanya ketika ia sedang mengantuk atau pun ketika ia hanya ingin aku memanjakan dirinya.

Aku memejamkan mataku -- berusaha sekuat tenaga untuk menghilangkan kenangan pahit itu dalam ingatanku. Dan ternyata aku mampu melakukannya -- aku tak mengingat lagi Aulia -- karena aku pun akhirnya tertidur pulas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun