Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Penulis

Saya menjadi penulis sejak tahun 2019, pernah bekerja sebagai freelancer penulis artikel di berbagai platform online, saya lulusan S1 Teknik Informatika di Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Tahun 2012.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Burnout di Usia 20-an: Kenapa Banyak Anak Muda Sudah Lelah?

8 April 2025   15:06 Diperbarui: 8 April 2025   15:03 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi burnout (sumber gambar: Getty Images/iStockphoto/Jirapong Manustrong via haibunda.com)

Ketidakpastian ekonomi, ditambah beban sosial untuk terlihat sukses, menciptakan tekanan berlapis yang bisa menyebabkan burnout lebih cepat. 

Kurangnya Ruang Aman untuk Curhat

Di tengah kehidupan yang serba cepat, ruang untuk membicarakan emosi dan tekanan batin sering kali minim. Banyak anak muda tumbuh dengan pola pikir bahwa menunjukkan kelemahan adalah tanda kegagalan. 

Akibatnya, mereka belajar menyimpan semuanya sendiri berpura-pura kuat, tetap tersenyum, padahal di dalamnya sedang penuh sesak. Lingkungan sekitar pun sering tidak mendukung. 

Ketika seseorang mulai bercerita soal stres atau kecemasan, respons yang muncul kadang justru meremehkan: “Ah, kamu kurang bersyukur,” atau “Masih mending kamu, aku lebih parah.” 

Ini membuat banyak orang akhirnya memilih diam. Mereka takut dianggap lemah, manja, atau tidak tahan banting. Padahal yang dibutuhkan bukan solusi instan, melainkan pendengar yang tulus.

Sementara itu, kesadaran soal pentingnya kesehatan mental memang sudah mulai tumbuh, tapi akses untuk mendapat bantuan profesional masih belum merata. 

Budaya Hustle yang Menjebak

Kita hidup dalam budaya yang mengagungkan “sibuk.” Makin sibuk seseorang, makin dianggap sukses. Seolah-olah jadwal yang padat, lembur tanpa henti, dan tidak punya waktu luang adalah lambang dari dedikasi dan pencapaian. 

Ungkapan seperti “Gue tidur cuma 3 jam semalem” atau “Weekend pun tetap kerja” bukan lagi keluhan, tapi semacam lencana kehormatan.

Budaya ini diam-diam membentuk cara berpikir kita. Saat sedang tidak produktif, muncul rasa bersalah. Saat istirahat, muncul rasa takut tertinggal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun