Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sebuah Seni untuk Berpikir Negatif

10 Oktober 2020   11:37 Diperbarui: 3 Juni 2021   07:29 1044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mari untuk Sengaja Berpikir Negatif atau Negative Thinking!

Baca juga: Manfaat Berpikir Negatif

Mudahnya seperti ini: siap-siap saja kecewa bung kalau Anda terobsesi pada hal-hal di luar kendali Anda, seperti perbuatan/persepsi orang lain, kekayaan kita, atau kesehatan kita sendiri. Juga menyesali kondisi kita terlahir, misalnya.

Saya tidak pernah meminta untuk dilahirkan menjadi laki-laki. Saya juga tidak pernah merengek ingin memiliki warna kulit seperti ini. Atau meratapi kenapa saya terlahir di Indonesia. Tidak sama sekali. 

Awal eksistensi saya kita di dunia ini adalah sebuah hal yang sangat di luar kendali kita.

Memangnya siapa yang meminta untuk terlahir sebagai disabilitas? Atau siapa juga yang meminta untuk terlahir dari kandungan seorang perempuan kaya raya? Tidak ada, karena itu semua, jelas, di luar kendali kita.

Pada akhirnya, meratapi hal-hal yang ada di luar kendali kita menjadi sebuah ironi yang menyebalkan bagi setiap orang. Dan sama sekali tidak ada gunanya.

Kebahagiaan sejati hanya bisa datang dari hal-hal yang dapat kita kendalikan, things we can control. Artinya, ini datang dari dalam diri kita.

Sebaliknya, kita tidak bisa menggantungkan kebahagiaan dan kedamaian kita pada hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Ini sungguh tidak rasional.

Anda menggantungkan nasib pada ucapan-ucapan kosong para wakil rakyat ketika kampanye. Ya susah, karena Anda tidak tahu, iblis macam apa yang bersembunyi di balik hati seseorang.

Anda menggantungkan kebahagiaan pada pacar Anda yang begitu uwu. Siap-siap saja untuk kecewa ketika doi tidak "sebaik" apa yang Anda kira.

Jadi, dikotomi kendali mengajak kita untuk tidak menggantungkan kebahagiaan pada hal-hal yang di luar kendali kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun