Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #077] Kuda-kuda Pasak Bumi

26 Oktober 2021   16:14 Diperbarui: 4 November 2021   12:49 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kolase foto oleh FT (Foto: kompas.com/dok. istimewa)

"Binsar! Tancap!" Poltak berteriak sekeras mungkin menyemangati Binsar.  Dia sedang bersaing menjadi yang terdepan dengan Sirlam, pelari dari SD Pardomuan.  Sirlam juara tahun 1970, ditaklukkan Binsar tahun 1971 lalu.

Teriakan Poltak  menyatu dengan teriakan murid-murid SD Hutabolon dan SD Pardomuan.  Murid-murid kedua SD itu paling dahsyat sorakannya.  Sirlam berambisi membalas kekalahannya tahun lalu. Binsar berambisi mempecundangi Sirlam untuk kedua kalinya.

"Libas! Bin ...." Teriakan Poltak terputus. Binsar melesat menabrak bagian kanan tubuhnya. Poltak jatuh telentang di atas rerumputan. Kue onde ketawa hilang dari genggamannya.

"Binsar! Bodat kau!" Poltak memaki. Binsar tergelak-gelak sambil memamerkan dua butir kue ketawa di tangannya. 

Binsar  menang lagi. Tepat sesuai perkiraan Poltak.

"SD Hutabolon!" teriak Poltak sambil mengacungkan tangan kanan terkepal ke udara.

"Menang!" balas murid-murid SD Hutabolon kompak, mengikuti gerak tangan Poltak.

Pada lomba lari seratus meter putri, Tiur sukses menyabet juara ketiga. Capaian luar biasa. Mengingat latihannya cuma lari pagi satu kilometer dari rumah ke sekolah.  

Karena itu, murid-murid SD Hutabolon menyambut meriah prestasi Tiur.  Seakan-akan dia meraih juara pertama seperti halnya Binsar.

"Pertandingan tarik tambang segera dimulai! Para peserta harap bersiap-siap!" Terdengar pengumuman panitia lomba dari pengeras suara.

Peserta pertandingan tarik tambang kali ini delapan tim. Dibagi menjadi dua grup.  Grup 1 terdiri dari SD Hutabolon, SD Hutagurgur, SD Sigirsang, SD Siganding.  Grup 2 diisi SD Paropatsuhi, SD Tarabunga, SD Pardomuan, dan SD Pardolok.

"Siap-siap babak penyisihan. Semua tim memasuki lapangan." Lagi, pengumunan dari panitia.

Panitia kemudian menjelaskan aturan main pertandingan.  Pada babak penyisihan digunakan sistim gugur dengan satu kali tarikan. Demikian pula pada babak semi-final.  Aturan tiga kali tarikan baru diberlakukan pada babak final.

Di tengah lapangan pertandingan, empat pasang tim telah bersiap.  SD Hutabolon lawan SD Hutagurgur, SD Sigirsang lawan SD Siganding,   SD Paropatsuhi lawan SD Tarabunga, dan  SD Pardomuan lawan SD Pardolok. Di sekeliling lapangan persegi empat itu, penonton berdesak-desakan.  Berteriak riuh mendukung tim masing-masing.

Tim SD Hutabolon, Bistok, Jonder, Togu, Patar, Sahat, dan Jontar, berhadap-hadapan dengan Tim SD Hutagurgur.  Guru Paruhum memainkan kedua pemain cadangan, Togu dan Jontar, pada kesempatan pertama.  Polmer dan Dolok disimpan dulu.

"Bistok! Kau jangkar di depan!  Patar! Kau jangkar di belakang!" perintah Guru Paruhum.

"Semua tim! Siap!" Pemimpin pertandingan menyiapkan tim. 

Tim SD Hutabolon bersiap dengan kuda-kuda "pasak bumi".  Itu istilah Guru Paruhum. Badan condong agak condong ke depan. Kaki kiri di muka dengan telapak mengarah ke depan, dan kaki kanan di belakang dengan telapak menyamping.  Keduanya seakan menancap ke bumi. Seolah enam pasang kaki Tim SD Hutabolon menjadi akar-akar tunggang pohon pasak bumi yang menghunjam jauh ke perut bumi.

"Satu! Dua! Tiga!" Pemimpin lomba meneriakkan aba-aba pertandingan.

Empat pasang tim tarik tambang langsung bersitegang, lalu mundur-maju, bersitengang lagi, di tengah lapangan.  Penonton bersorak-sorai memberi semangat untuk tim masing-masing.

Tim SD Hutabolon tak bergeming.  Lawannya, Tim SD Hutagurgur bekerja keras menyeret Tim SD Hutabolon melewati garis batas.

Kuda-kuda Tim SD Hutagurgur mulai tampak goyah.  Bentuknya tak seragam lagi.  Posisi anggota tim tak lagi segaris.  Ini momen yang ditunggu Poltak.

"Sintak!" Poltak berteriak keras kepada Tim SD Hutabolon.

Seketika Tim SD Hutabolon kompak menyentak tali dengan keras. Dampaknya luar biasa. Anggota Tim SD Hutagurgur tersentak ke depa.  Kuda-kuda mereka berantakan, lalu semua terseret melewati garis batas. Murid-murid SD Hutabolon bersorak gembira.  Timnya menang.

"SD Hutabolon lanjut ke semi-final!"  Panitia mengumumkan.  Menyusul kemudian SD Siganding, SD Pardomuan, dan SD Tarabunga.

"Selanjutnya SD Hutabolon lawan SD Siganding, SD Tarabunga lawan SD Pardomuan." Kembali pengumunan berkumandang.

"Togu, keluar! Dolok, masuk!" Guru Paruhum melakukan pergantian pemain.  Tenaga segar dimasukkan.

"Tunggu.  Kau nanti main di final," kata Poltak kepada Polmer yang sudah tak sabaran.  Ingin segera main.

Poltak yakin Tim SD Hutabolon pasti melaju ke babak final.  Pikirnya, jika sebuah tim tarik tambang mampu menaklukkan seekor kerbau jantan besar, maka tak ada lagi kata kalah untuknya.

Benar saja.  Menggunakan strategi dan teknik yang sama, Tim SD Hutabolon langsung menyeret Tim SD Siganding seakan menyeret enam karung kapuk.  Tim SD Hutabolon menang cepat.

Secara bersamaan, di jalur lain, Tim SD Tarabunga luluh-lantak di tangan Tim SD Pardomuan.  Dengan begitu, di babak final, SD Pardomuan akan berhadapan dengan SD Hutabolon.

"Bagus!  Kita habisi SD Pardomuan. Juara lari seratus meter putra sudah di tangan. Saatnya juara tarik tambang."  Poltak memanasi Tim SD Hutabolon.

 "Jontar, keluar! Polmer, masuk!"  Guru Paruhum melakukan pergantian pemain.  Tim SD Hutabolon kini terdiri dari anggota inti.

"Tim SD Hutabolon dan Tim SD Pardomuan, harap bersiap di lapangan!" Terdengar panggilan dari panitia.

Babak final pertandingan tarik tambang segera dimulai.  Perebutan juara tiga baru saja usai.  Tim SD Tarabunga tampil sebagai pemenang.

Sekarang perebutan juara pertama.  Tim SD Hutabolon dan Tim SD Pardomuan sudah berhadap-hadapan di tengah lapangan. Satu sama lain saling melotot. Perang psikis!

Ini adalah pertandingan antara "anak kampung", Hutabolon, dan "anak kota", Pardomuan-Parapat.  Ini bukan soal adu fisik semata. Ini juga soal harga diri.  

"Hutabolon!" Poltak berteriak keras. "Juara!" sambut murid-murid SD Hutabolon serempak. (Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun