Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #075] Para David Mengalahkan Para Goliat

13 September 2021   16:37 Diperbarui: 13 September 2021   16:47 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kolase foto oleh FT (Foto: kompas.com/dok. istimewa)

Seiring Agustus 1972 tiba, surat Camat Parapat tiba di SD Hutabolon. Pesannya, para guru dan murid setiap sekolah wajib hadir merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-27 Republik Indonesia. Tempatnya, seperti biasa,  di Lapangan Pagoda Parapat.

"Ada perlombaan. Sekolah kita harus ikut."

Guru Paruhum mengumumkan ikhwal lomba Agustusan di depan para murid, seusai senam pagi, nyanyi, dan doa bersama di lapangan upacara sekolah.  

"Rapat guru sudah memutuskan,"  lanjutnya, "sekolah kita ikut tiga perlombaan.  Lari seratus meter putra dan putri. Lalu, tarik tambang putra."

Menyusul pengumuman itu, seleksi peserta lomba segera dilakukan. Untuk lomba lari seratus meter putra, Binsar belum tergantikan. Untuk putri, seleksi memunculkan Tiur. Itu persis seperti pernah terpikir oleh Guru Paruhum.

Seleksi anggota tim tarik tambang sedikit riuh. Guru Paruhum mengunjungi kelas lima dan enan. Dia harus memilih delapan anak untuk dijadikan tim. dari dari murid kelas lima dan kelas enam.

"Pilih anak yang badannya besar saja, Gurunami," usul Marolop kepada Guru Paruhum.

 "Tak adil begitu, Olop!" protes Poltak.  "Harus dipilih lewat adu kuat tarik tambang.  Satu lawan satu."

Guru Paruhum setuju dengan usulan Poltak.  Seleksi dilakukan dengan cara tarik tambang satu lawan satu di lapangan.  

Hasilnya terpilih delapan anggota tim tarik tambang.  Enam tim inti, dua cadangan.  Dari kelas lima terpilih Bistok, Polmer, Jonder, dan Togu sebagai cadangan. Dari kelas enam terpilih Patar, Sahat, Dolok dan Jontar sebagai cadangan.

"Poltak, kau bantu Pak Guru untuk melatih tim tarik tambang, ya."  Guru Paruhum meminta Poltak jadi asisten pelatih.  Bukan karena Poltak jago tarik tambang.  Tapi karena Guru Paruhum memerlukan ide-ide anehnya.

Dua jam pelajaran terakhir setiap Senin, Rabu, dan Jumat menjadi jam latihan untuk tim tarik tambang.  Poltak, sebagai asisten, ikut terbebas dari pelajaran pada jam-jam itu.

"Kita coba tim menarik balok dulu, Gurunami," saran Poltak kepada Guru Paruhum. Kebetulan di pinggir lapangan sekolah ada tumpukan balok kayu milik Ama Lumongga, kakek Poltak nomor lima.  Rumah kakeknya itu ada di tepi jalan raya di depan sekolah.

Setelah Poltak minta ijin kepada kakeknya, satu balok kayu basah ukuran 40 x 40 x 400 cm diikat dengan tali rami sepanjang sepuluh meter.  Enam anggota tim siap melawan sebatang balok kayu besar.

"Satu, dua, tiga! Tarik!"  Guru Paruhum meneriakkan aba-aba.

Bistok, Polmer, Jonder, Patar, Sahat, dan Dolok mengerahkan segenap tenaga menarik balok. Tapi balok bergeming.  

"Tarik!" Guru Paruhum menyemangati.

Bistok dan Dolok kentut. Muka Jonder, Patar,  dan Sahat merah seakan meledak.  Mata Polmer seakan keluar dari liangnya.  Tapi balok kayu tetap bergeming.

"Gurunami," saran Poltak, "kita ganti posisi anggota tim.  Bistok di depan. Polmer di belakang."

Menurut pikiran Poltak, Bistok Si Kaki Tampak itu cocok di depan.  Telapak kakinya yang lebar bisa menjadi kunci kekuatan. Jejakannya mantap seperti pilar.

Polmer, Samson Hutabolon, cocok di belakang sebagai jangkar.  Kekuatannya bisa mengimbas kekuatan empat orang di depannya.

"Ayo! Siap lagi!" Guru Paruhum memberi aba-aba. "Satu, dua, tiga! Tarik!"

Hebat!  Balok kayu besar itu mulai bergerak.

"Tarik terus!"

Balok kayu sudah terseret sejauh tiga meter.

"Lagi!"  Guru Paruhum berteriak menyemangati.

Keenam orang anggota tim berjibaku, mengerahkan segenap tenaga untuk menyeret balok sejauh mungkin.  

"Cukup! Istirahat dulu!"  Guru Paruhum menghentikan latihan sejenak.   Balok sudah terseret dari posisi awal sejauh sepuluh meter. "Hebat," soraknya dalam hati.

"Ayo! Tarik kembali balok ke tempat semula!"

Begitulah.  Tiga kali latihan dalam minggu pertama dilakukan dengan kegiatan menarik balok kayu.  Latihan pertama 10 meter bolak-balik, kedua 15 meter bolak-balik, dan ketiga 20 meter bolak-balik.

"Gurunami," usul Poltak pada latihan minggu kedua, "bagaimana kalau tim diadu melawan delapan orang murid lainnya."  

"Boleh juga idemu, Poltak."  Guru Paruhum setuju.  "Gila juga ide anak ini," katanya dalam hati.

Delapan orang anak lelaki kelas lima dan enam, ternyata bukan lawan berarti untuk tim inti tarik tambang.  Dalam sekali tarikan, delapan anak itu langsung terseret dan bergulingan di tanah lapang.

"Coba sepuluh orang!"  Guru Paruhum punya ide yang lebih gila dari Poltak.

Ternyata sepuluh anak juga belum cukup tangguh untuk mengalahkan tim tarik tambang SD Hutabolon. Latihan keras telah membuat mereka kuat dan kompak.  Kompak, itu kuncinya.

"Bagaimana kalau tim kita adu dengan bapak-bapak guru?"  usul Poltak.  Guru Paruhum membeliak.  Tak terpikir olehnya cara segila itu. Tapi dia tak menampik juga.

Pertandingan antara tim tarik tambang dan tim guru diadakan suatu pagi  sebelum masuk kelas, seusai senam pagi di lapangan sekolah.  Semua ada enam orang guru:  Guru Barita, Guru Marihot, Guru Paruhum, Guru Harbangan, Guru Ambolas, dan Guru Gayus. Wasitnya Guru Henok, kepala sekolah.

Enam orang anak kecil melawan enam orang bapak-bapak.  David-David melawan Goliat-Goliat.  Para David tentulah akan mudah ditaklukkan para Goliat.

Murid kelas satu sampai kelas tiga menjadi pendukung tim guru.  Sedangkan murid kelas empat sampai kelas enam mendukung tim tarik tambang.  Lapangan riuh oleh teriakan para pendukung masing-masing tim.

"Siap!" Guru Henok memberi aba-aba.  "Satu! Dua! Tiga!"

Tambang menegang. Tim tarik tambang bergeming.  Tim Guru juga bergeming.  Tampak sama kuat.  Sorak-sorai para pendukung membahana.

Setelah bergeming sekitar dua menit, tim guru mulai tampak kedodoran.  Guru Paruhum yang berada di depan jatuh terduduk. Serentak lima orang guru di belakangnya berantakan.  

Tim Guru mengaku kalah.  Terbukti, kuat saja tidak cukup. Kekompakan dan teknik, itu kunci. Itu yang membuat para David menaklukkan para Goliat pagi itu.

"Minggu depan kita latihan terakhir.  Poltak, kau punya usul?" Guru Paruhum mencoba menggali ide di dalam kepala Poltak.

"Santabi, Gurunami.  Belum ada ide. Aku pikir-pikir dululah, Gurunami," jawab Poltak sambil garuk-garuk kepala.

Minggu depan tiba dengan cepat.  Latihan tarik tambang siap dimulai lagi.

"Poltak kemana?"  tanya Guru Paruhum sambil celingak-celinguk.  Dari tadi dia tak melihat batang hidung anak itu.

"Aku di sini, Gurunami!"  teriak Poltak.

Guru Paruhum dan anggota tim tarik tambang serentak menoleh ke arah suara Poltak berasal.  Semua terpana, mulut menganga, heran tak kepalang.  Di sana, dari balik semak-semak, Poltak muncul sambil menunggang seekor kerbau jantan besar. (Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun