> "Langkah itu... Langkah itu... tak mungkin... hanya satu orang yang pernah---"
Tangan Putri menggigil. Dadanya sesak.
Dan tanpa sadar --- entah karena emosi, ketakutan, atau gelombang kenangan yang meledak --- tangan Putri Kenanga menghantam papan dakon Roro Kecik. Braakkk!
Papan dakon itu pecah.
Separuh biji berhamburan ke tanah. Kayu tua itu terbelah. Waktu berhenti. Semua penonton terdiam, para prajurit menahan napas. Roro Kecik hanya memandang diam... matanya berkaca-kaca, bukan karena marah... tapi karena kehilangan.
Putri Kenanga tertegun. Ia melihat retakan papan itu... seperti retakan hatinya sendiri. Lalu perlahan, ia jatuh terduduk, menangis di hadapan Roro Kecik.
> "Maafkan aku... Aku... Aku tidak tahu kenapa... Tapi melihatmu... rasanya seperti bertemu dengan sesuatu yang telah hilang begitu lama..."
Roro Kecik menatap Putri itu... dan perlahan menjawab lirih:
> "Kalau itu perasaan yang sama... mungkin aku juga pernah kehilangan seseorang... Tapi aku tidak tahu siapa..."
Di kejauhan, Mahapatih memandang dengan mata basah. Raja Talasindra berdiri gemetar. Para tetua saling berpandangan.
> Dan tiba-tiba, si Mbok dari Ngrandu maju. Ia berteriak: