Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tahun 2020 Tahun Pandemi, Tahun 2021 Tahun Optimisme?

27 Desember 2020   17:01 Diperbarui: 27 Desember 2020   17:22 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Credit: National News and Pictures

Semua kegiatan rutin yang biasa dilakukan berubah, kebutuhan dasar manusia menjadi terkendala untuk diperoleh, seperti kebutuhan pangan, kesehatan, rumah, penghasilan, rasa damai, rekreasi dan lain-lain. Itu adalah masa sulit atau masa krisis bagi sebagian besar orang, terutama kalangan bawah. Meski demikian, mereka yang di kalangan menengah dan atas pun mendapat hambatan hidup juga. Usaha mereka terhambat, karier terhambat, tak bisa leluasa lagi pergi ke berbagai tempat di dunia ini. Belum lagi tentang masa depan yang tidak pasti.

Data dari WHO menyebutkan, bahwa tiap tahun angka kematian karena bunuh diri jauh lebih besar daripada karena perang, konflik, atau bencana alam dan penyakit (digabung menjadi satu). Setiap tahun hampir sejuta orang di dunia ini melakukan bunuh diri. Jadi selain karena virus corona sendiri, di masa pandemi ini ada sejumlah orang tewas karena bunuh diri. Penyebab mereka yang bunuh diri itu bisa erat sekali dengan stres atau depresi yang disebabkan adanya pandemi ini. Sementara itu, masih menurut WHO, rata-rata pemerintahan di dunia hanya mengalokasikan hanya 3% dari seluruh anggarannya untuk menangani kesehatan mental masyarakat.

Berapa anggaran di Indonesia untuk menangani kesehatan mental, terutama di masa pandemi ini?

Dunia pernah dilanda perang hebat sebanyak 2 kali, yaitu perang dunia 1 dan 2. Masing-masing negeri juga pernah dilanda perang yang menyusahkan warganya. Semua kegiatan yang biasa dilakukan berubah, kebutuhan dasar manusia menjadi sulit untuk diperoleh. Semua itu menghasilkan stres, depresi, atau gangguan kejiwaan.

PERAN NEUROSCIENCE DI MASA PANDEMI

Dulu, psikologi dikembangkan beberapa puluh tahun lalu untuk menjawab kebutuhan yang disebabkan oleh situasi Perang Dunia 1 dan 2 yang membuat banyak orang mendapat gangguan kejiwaan. Psikologi mencari tahu apa yang sakit atau apa yang salah dengan jiwa manusia dan bagaimana menyembuhkannya.

Kemudian pada 3 dekade terakhir, karena perkembangan sains dan teknologi yang pesat, maka keberadaan, cara kerja dan fungsi otak semakin diteliti. Hasilnya beberapa penemuan penting tentang otak yang ternyata berkaitan dengan kecerdasan, perilaku, stres atau depresi, produktivitas, kesehatan tubuh, hingga altruism dan spiritualism.

Neuroscience terus fokus mengkaji potensi positif yang dimiliki otak. Para peneliti sampai pada temuan tentang otak yang mampu berfungsi maksimal, sehingga bisa meningkatkan kecerdasasan, kreativitas, inovasi, kemampuan memecahkan masalah, tahan stres atau depresi, kesehatan tubuh, dan kecenderungan pada altruism hingga spiritualism.

Berbagai riset neuroscience fokus pada meningkatkan fungsi otak dalam kaitannya dengan menghadapi persoalan hidup atau tantangan hidup yang memang real ada dan cara memecahkannya sendiri tanpa bantuan terapis atau psikiater. Tentu saja itu menjadi mungkin karena otak yang berfungsi maksimal bisa melakukan apa pun. Tantangan hidup atau hambatan hidup yang pasti muncul dalam kehidupan seseorang menjadi mudah dilalui dengan otak yang berfungsi maksimal. Kita menjadi lebih siap, karena memiliki berbagai tools atau memiliki ketangguhan (resilience) untuk menghadapi situasi perang, bencana alam, bencana penyakit, situsasi sulit lainnya yang bisa terjadi kapan saja.

Para ahli meneliti atau mencari berbagai hal atau kegiatan yang mampu mengubah fungsi otak menjadi maksimal. Lalu ditemukan lah meditasi yang ternyata paling memberi perubahan yang maksimal. Juga kegiatan bersyukur yang kemudian dirumuskan kembali menjadi menulis 'jurnal positif'. Para ahli juga meneliti kegiatan lainnya seperti altruism (kebajikan), relationships (silaturahmi), dan olahraga yang semuanya ternyata bisa memberikan perubahan positif di otak.

Ternyata dari berbagai riset neuroscience di seluruh dunia sepanjang 3 dekade itu ada 5 tips atau aktivitas yang dapat membuat kita menjadi tangguh dalam menjalani hidup, terutama saat hambatan hidup yang besar datang, seperti pandemi COVID-19 ini. Bahkan 5 tips itu juga sangat penting untuk bisa melesat maju melebih orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun