Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Suka menulis tentang ekonomi dan puisi, financial literacy enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Functional Freeze: Terlihat Sibuk dan Sukses Tapi Mati Rasa

28 Juli 2025   12:00 Diperbarui: 28 Juli 2025   14:28 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kamu merasa telah menjalani hari yang sangat produktif, mencapai semua target kerja, mencentang to-do list satu per satu, tapi anehnya tidak merasa puas atau bahkan tidak bersemangat sama sekali? 

Rasa seperti ini bukan sekadar lelah biasa. Saat kamu merasa begitu kosong, bahkan enggan bangkit dari tempat tidur meskipun tugas-tugas sudah selesai dengan baik, bisa jadi kamu sedang mengalami kondisi yang disebut functional freeze.

Functional freeze adalah istilah yang mungkin belum terlalu populer, tetapi sangat relevan dengan pengalaman banyak orang, terutama mereka yang terbiasa dengan tekanan kerja tinggi, ekspektasi diri yang besar, dan gaya hidup serba cepat. 

Kondisi ini merupakan respons tubuh dan pikiran terhadap stres yang terus-menerus atau rasa kewalahan (overwhelmed) yang tidak segera ditangani. 

Secara luar kamu tampak "baik-baik saja" bahkan bisa dibilang sukses, tetapi di dalamnya kamu mengalami kekosongan dan kelelahan emosional yang mendalam.

Mari kita pahami lebih dalam apa itu functional freeze, bagaimana mengenali gejalanya, dan yang terpenting: bagaimana cara mengatasinya agar kita bisa kembali merasa hidup, bukan sekadar berfungsi.

Di Permukaan Produktif, Di Dalam Kosong

Ciri utama functional freeze adalah adanya kontradiksi antara performa luar dan kondisi batin. Seseorang bisa terlihat sangat produktif dan bertanggung jawab. 

Ia hadir dalam setiap meeting, menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, bahkan mungkin meraih penghargaan atau apresiasi dari atasan. Namun begitu hari kerja selesai, tubuh dan pikirannya seperti runtuh. 

Energi mental habis tak tersisa. Saat itulah muncul gejala-gejala yang sering diabaikan karena kita terlalu fokus pada performa dan pencapaian.

Functional freeze sering kali tidak terlihat sebagai "masalah besar" karena penderitanya masih bisa menjalankan fungsinya. Namun, kondisi ini bukan hal sepele. 

Jika dibiarkan terlalu lama, functional freeze bisa menjadi pintu masuk menuju kelelahan kronis (burnout), depresi, atau gangguan kecemasan. 

Oleh karena itu, mengenali tanda-tandanya sejak awal sangat penting agar kita bisa mengambil langkah pemulihan sebelum tubuh dan pikiran benar-benar tumbang.

Gejala Functional Freeze yang Sering Tak Disadari

Setiap orang bisa mengalami gejala yang berbeda, tetapi secara umum ada beberapa tanda yang cukup konsisten muncul pada mereka yang mengalami functional freeze. Berikut ini beberapa gejala yang perlu diperhatikan:

1. Mati Rasa secara Emosional

Seseorang yang mengalami functional freeze cenderung merasa mati rasa. Bukan berarti tidak punya emosi sama sekali, tetapi emosi yang muncul terasa tumpul dan sulit diakses. 

Kamu tidak benar-benar sedih, tetapi juga tidak merasa bahagia. Semuanya datar. Bahkan momen yang seharusnya menyenangkan terasa hambar.

2. Tidak Bisa Menangis

Menangis adalah cara alami tubuh untuk melepaskan emosi, tapi dalam kondisi functional freeze, banyak orang merasa tidak bisa menangis walau mereka tahu ada sesuatu yang salah. 

Ini adalah pertanda bahwa emosi sedang dibekukan secara tidak sadar, sebagai bentuk pertahanan diri dari rasa kewalahan.

3. Menarik Diri dari Sosialisasi

Bukan sekadar ingin sendiri sesekali, tetapi benar-benar menghindari interaksi sosial. Chat dibalas sangat lama atau bahkan diabaikan. 

Ajakan bertemu ditolak tanpa alasan jelas. Berada di sekitar orang lain justru terasa melelahkan, bukan menyenangkan.

4. Melarikan Diri ke Layar

Scrolling media sosial berjam-jam, menonton serial tanpa henti, bermain game, atau sekadar menatap layar TV tanpa fokus bisa jadi bentuk pelarian. Bukan karena ingin menikmati hiburan, tapi lebih sebagai upaya mematikan pikiran yang terasa terlalu penuh.

5. Gangguan Tidur

Sulit tidur meskipun lelah, atau justru tidur terlalu lama tapi tetap merasa tidak segar, adalah gejala klasik dari functional freeze. Tidur tidak lagi menjadi sarana pemulihan, melainkan tempat bersembunyi dari dunia yang terasa menekan.

6. Keluhan Fisik Tanpa Penyebab Medis

Sakit kepala, pegal-pegal, nyeri perut, atau kelelahan yang tak kunjung reda bisa muncul meskipun tidak ada penyakit fisik yang terdeteksi. Tubuh menyimpan stres yang tidak tersalurkan dan memunculkannya dalam bentuk keluhan somatik.

7. Disosiasi

Disosiasi adalah perasaan seolah-olah tidak benar-benar hadir dalam hidup sendiri. Kamu merasa seperti penonton, bukan pelaku. Seolah-olah tubuhmu berfungsi otomatis, sementara pikiranmu melayang entah ke mana.

Jika kamu merasa mengalami beberapa atau bahkan semua gejala di atas, kemungkinan besar tubuh dan pikiranmu sedang dalam mode bertahan. 

Mode ini tidak dibuat untuk dijalani terus-menerus. Maka, penting untuk segera mengambil langkah pemulihan sebelum kerusakan menjadi lebih dalam.

Bergerak: Langkah Kecil yang Berdampak Besar

Kabar baiknya, functional freeze bisa diatasi. Tidak perlu menunggu sampai kamu punya waktu liburan panjang atau keluar dari pekerjaan. 

Kuncinya ada pada gerakan kecil yang konsisten. Menurut berbagai ahli kesehatan mental, cara paling efektif untuk keluar dari kondisi functional freeze adalah mulai bergerak.

Ya, sesederhana itu. Bergerak.

Kamu tidak harus langsung lari 5 kilometer atau ikut kelas olahraga berat. Cukup mulai dari hal kecil: membersihkan kamar, mencuci piring, menyiram tanaman, atau berjalan kaki di sekitar rumah selama 20 menit. 

Gerakan kecil ini akan mengirimkan sinyal ke otak bahwa kamu sedang kembali "hidup". Saat tubuh bergerak, sistem saraf mulai aktif dengan cara yang sehat, dan perlahan keluar dari mode beku.

Olahraga ringan juga membantu melepaskan hormon endorfin yang bisa memperbaiki suasana hati dan menurunkan hormon stres seperti kortisol. Bahkan, jalan kaki sambil mendengarkan musik favorit bisa jadi terapi yang menyenangkan dan menenangkan.

Mengisi Kembali Energi Emosional

Selain bergerak secara fisik, penting juga untuk mengisi ulang energi emosional. Ini bisa dilakukan dengan berbagai cara tergantung pada preferensi masing-masing orang. 

Beberapa orang merasa lebih baik setelah menulis jurnal, curhat ke teman dekat, meditasi, mendengarkan musik, atau sekadar duduk diam sambil minum teh hangat tanpa distraksi gadget.

Intinya adalah mengembalikan koneksi dengan diri sendiri. Karena sering kali, functional freeze muncul karena kita terlalu sibuk menjalani hidup berdasarkan tuntutan luar hingga lupa merawat kehidupan batin kita.

Tidak kalah penting, coba mulai menetapkan batasan. Jangan terus-menerus berkata "iya" pada semua permintaan. 

Belajar mengatakan "tidak" demi kesehatan mentalmu adalah langkah penting menuju pemulihan. Ingat, kamu bukan mesin. Kamu butuh waktu untuk bernapas, merasa, dan menjadi manusia seutuhnya.

Kesadaran Adalah Langkah Pertama

Banyak orang hidup bertahun-tahun dalam kondisi functional freeze tanpa menyadarinya. Mereka mengira yang mereka rasakan hanyalah "lelah biasa" atau "tanggung jawab orang dewasa". 

Padahal, jika diamati lebih dalam, itu adalah tanda bahwa tubuh dan jiwa sudah lama menjerit minta diperhatikan.

Kesadaran akan kondisi ini adalah langkah pertama menuju perubahan. Setelah sadar, barulah kamu bisa mulai mengambil langkah konkret, sekecil apa pun itu. 

Tak apa jika pemulihan terasa lambat, yang penting adalah kamu terus bergerak ke arah yang benar.

Functional freeze bukanlah tanda kelemahan, tapi alarm yang dikirim tubuh dan pikiran karena terlalu lama diabaikan. Dengarkan alarm itu. 

Beri dirimu ruang untuk pulih. Hidup bukan hanya tentang produktivitas dan pencapaian, tapi juga tentang kehadiran, kebahagiaan, dan makna.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun