Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pengalaman Saya Sebagai Interviewer Gen Z dibandingkan Generasi Sebelumnya

7 April 2025   06:02 Diperbarui: 7 April 2025   12:41 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana interview calon pegawai, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal

Interview = Basa-basi?

Saya pernah bertanya pada beberapa anak muda: "Menurut kalian, bagaimana rasanya interview kerja?"

Jawaban mereka cukup mengejutkan. "Kaku, Pak. Banyak basa-basinya."
Ada yang bilang, "Kita harus berpura-pura percaya diri, padahal dalam hati gemetar."
Ada juga yang merasa, "Pertanyaannya template semua, jawabannya juga bisa disiapin dari YouTube."

Saya pun mulai mengerti. Mungkin bukan mereka yang salah. Mungkin memang cara wawancara yang sekarang sudah usang bagi dunia mereka yang cepat dan lugas.

Suasana interview calon pegawai, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal
Suasana interview calon pegawai, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal

Mereka ingin straight to the point. Sementara pewawancara, seperti saya, justru mencari narasi yang utuh. Jadilah dua dunia yang bertabrakan.

Gen Z Bukan Tak Mampu, Hanya Butuh Ruang yang Berbeda

Dalam banyak kesempatan, saya menyaksikan sendiri kemampuan Gen Z yang luar biasa. Mereka cepat belajar, kreatif dalam menyelesaikan masalah, dan punya inisiatif yang segar. Tapi begitu di ruang interview yang formal, sebagian dari mereka justru tampak "gagap"---bukan secara literal, tapi secara sosial.

Saya jadi bertanya-tanya:
Apakah wawancara kerja tradisional masih relevan? Atau sudah waktunya kita pikirkan ulang?

Mungkin sudah saatnya dunia kerja mempertimbangkan metode baru seperti:

  • Simulasi pekerjaan langsung,
  • Tes berbasis video pendek,
  • Kolaborasi dalam kelompok kecil,
  • Atau bahkan asesmen berbasis gamifikasi.

Bukan sekadar untuk mempermudah, tapi agar proses seleksi bisa mengenali potensi nyata, bukan hanya kecakapan berbicara formal.

Mengubah Cara Kita Memahami Generasi Baru

Saya pribadi percaya, Gen Z bukan generasi manja atau lemah komunikasi. Mereka hanya dibentuk oleh ekosistem yang berbeda dari generasi sebelumnya. Dan kita tidak bisa memaksakan cara lama untuk menilai mereka.

Sebagai interviewer dari generasi yang lebih dulu, saya pun belajar---bahwa memahami bukan berarti menyeragamkan. Kadang, untuk bisa benar-benar melihat potensi seseorang, kita perlu mengubah cara kita memandang dan bertanya.

Jangan-jangan, justru di balik jawaban pendek dan ekspresi canggung itu, tersimpan kreativitas yang belum sempat diberi panggung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun