Mohon tunggu...
Maulidya Adzkya
Maulidya Adzkya Mohon Tunggu... Freelancer - Hallo Panggil aja KYA

Menulis sebagai teman penamu. Salam kenal yaa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Percaya. Sesuatu yang dari Hati Akan Sampai ke Hati

17 November 2020   17:41 Diperbarui: 17 November 2020   17:53 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Pinterest.com/Mold Atelier

"Cekrek.. Ya.. 1...2..3.. Cekrek". Suasana di studio photo begitu sibuk, sama seperti kesibukan di hari-hari sebelumnya. Hanya saja kali ini suasananya sedikit mencekam dan tegang, tidak sesantai biasanya. Beberapa orang di studio photo sibuk bergosip, pasalnya salah satu model kebanggaan studio photo ini kemarin baru saja berduka karena kepergian Ibunya, namun tetap datang mengisi jadwal pemotretan seolah-olah kemarin tidak terjadi apa-apa. 

"Ntah, apa yang ada di pikirannya. Apa mungkin pekerjaan lebih segalanya daripada Ibunya sendiri? Meskipun mencari uang itu penting, tapi akan lebih baik kalau dia cuti beberapa hari setelah berduka. Terlihat aneh melihatnya tetap tersenyum di depan kamera, setelah kejadian kemarin." Salah satu pekerja di belakang seorang photographer studio terus saja berbicara yang tidak penting. Membuat sosok yang sedari tadi di depan mereka sedikit kesal.

"Ekhem..Kalian santai sekali ya sampai bergosip di saat semua orang sibuk bekerja di studio ini. Aku sampai tidak fokus mengambil foto karena kalian terlalu berisik." Sindir sang photographer dengan nada muak mendengar ocehan mereka.

"Ah. Maaf, Teh Sya. Kami tidak bermaksud mengganggu Teteh menggambil foto." Wajah ke dua orang iu tertunduk malu, setelah si pemilik nama Syaza menegur. Karena tidak ingin memperkeruh keadaan, Syaza pun menyuruh mereka untuk segera pergi. 

"Ya sudah, cepat bantu yang lainnya merias model lain jika kalian tidak sibuk." Setelah mereka berdua pergi, Syaza yang bertugas menjadi photographer utama kembali menggambil foto model kebanggan, sang pria berwajah dingin, Barid. 

Syaza sering kali merasa beruntung bertemu dengan pria ganteng itu dan menjadikannya model. Meski, orangnya sangat dingin dan terkesan anti sosial, dia cukup bisa diandalkan sebagai modeldan imejnya itu membuat siapun yang melihatnya bergetar penasaran. 

Sudah hampir satu jam pemotretan, dan kini foto terakhir sudah selesai diambil.

"Okee! Terimakasih untuk hari ini, pemotretan berjalan dengan lancar." Syaza sangatt bersemangat menyelesaikan sesi pemotretan hari ini sambil tersenyum kepada semua tim foto, mungkin karena kemarin dia habis meliburkan diri dari pekerjaanya. 

" Ayo, makan." Ajak Syaza ke model sekaligus temannya Barid yang terlihat sedang berjalan ke arah menuju tempat rias untuk menghapus make up. 

"Hmm." Jawab Barid singkat padat sambil sedikit mengangguk. "Cih, dasar si pria dingin, sesuai seperti namanya." Kata Syaza menggerutu dalam hati.

15 Menit kemudian mereka berdua sudah ada di restoran makanan Jepang untuk makan ramen. Padahal hari sedang panas begini. Meski Syaza sudah membujuk untuk makan di tempat lain, Barid tetap tidak mengindahkan rengekannya. Sambil menunggu pesanan datang. Syaza mencoba bertanya hal sensitif yang sedari tadi menjadi pembicaraan di studio ke Barid. 

"Kenapa hari ini kamu tetap menepati jadwal pemotretan hari ini?" Tanyanya sedikit hati-hati, sebisa mungkin agar Barid tidak merasa terintimidasi. 

" Karena, aku orang yang menepati janji, dan tidak ingin merepotkan seseorang untuk mengubah jadwal." Jawabnya enteng dengan nada sedikit bercanda, Barid benar-benar menjawabnya dengan tenang. Bukan, tapi seperti seseorang yang mati rasa. Setidaknya itulah yang Syaza simpulkan dari nada bicara dan ekspresi wajahnya. 

Sebenarnya Syaza juga tidak tahu bagaimana keadaan pasti Barid setelah kepergian Ibunya. Karena kebetulan kemarin ia juga tidak bisa datang karena sebuah urusan yang ia juga tidak bisa beritahu ke Barid. Pria itu juga tidak berkata apapun kemarin. Syaza baru tahu hari ini jika Ibu Barid meninggal dari orang-orang di studio. 

"Haa.." Tanpa sadar Syaza menghela nafas, dia benar-benar khawatir dan merasa bersalah karena tidak ada di sisi Barid di saat seperti itu. seolah sadar dengan maksud tujuan aku bertanya, Barid pun kembali melanjutkan omongannya. 

"Kau tahu bukan,  aku sudah memasuki dunia model sejak masih balita, dan itu terjadi karena ambisi Ibuku. Tapi, ya sejak bertemu denganmu, sekarang aku melakukannya karena keinginan aku sendiri. Kepergiaanya (Ibu) bukan sesuatu yang harus aku hadapi secara berlebihan. Aku baik-baik saja jika kau bertanya dengan tujuan menanyakan keadaanku." Barid menjelaskan secara gamblang apa yang ia rasakan. Meski jawabannya sama sekali tidak membuat Syaza benar-benar lega.

"Mana ada seorang anak yang biasa saja melihat kepergian Ibunya?" Pikirnya dalam hati. Syaza masih ingin bertanya tapi rasa penasarannya akhirnya ia urungkan. Takut malah suasana makan siang jadi lebih panas dari cuaca. 

" Ya aku akui bahwa pengaruhku terhadap dirimu besar hahaha." Syaza mencoba sedikit mencairkan suasana. Selepas tertawa, Syaza kembali terdiam, ada satu hal lagi yang ingin ia tanyakan daan ia harus tetap menanyakannya, walau sedikit ragu. 

"Barid. Kamu harus menjawab pertanyaan ini dengan jujur ya." Ucap Syaza serius.

"Hmm."

"Kalau aku mati nanti. Maksudku suatu hari pasti kita mati, dan kalau itu terjadi pada diriku duluan. apakah kamu akan menangisiku di pemakamanku?" Aku bertanya dengan suara yang agak tercekat, berharap Barid tidak menangkap sesuatu yang berusaha aku sembunyikan.

"Pertanyaan yang cukup mengejutkan. Kalau kau meminta jawaban jujur. Tentu, aku akan menagisimu hahaha. Kau satu-satunya orang yang aku percayai di dunia ini hahaha." Jawab Barid terkesan polos, dan terlihat tidak serius atau mencurigakan sesuatu ke Syaza, teman satu-satunya yang dekat dengannya. 

"Hahaha. Oke, aku puas dengan jawabanmu." Kata-kata Syaza sedikit menggantung, dan mengisyaratkan bahwa ia menyembunyikan sesuatu. Tapi, Barid tidak menyadari itu, dia memang pria yang kurang peka. 

Mereka berdua memang baru kenal dekat 7 tahun terakhir, tapi siapapun bisa lihat bahwa pertemanan mereka sudah seperti saudara kandung. Barid yang membenci di foto meski terpaksa untuk menjadi model cilik oleh Ibunya, kemudian di umur 19 tahun bertemu dengan Syaza yang memintanya untuk menjadi model tugas kuliahnya.Berkat bujukan Syaza, dari sanalah dia mulai sedikit menikmati pelerjaannya menjadi model meski perasaan benci terhadap Ibunya tidak berubah hingga sang Ibu bertemu sang Pencipta.

Siang itu entah mengapa atmosfir pembicaraan mereka begitu hangat disertai senyum cerah Syaza. Saat itu Barid benar- benar tidak tahu bahwa hari itu adalah hari terakhirnya melihat senyum cerah Syaza. 

Sudah hampir satu minggu Barid tidak melihat Syaza di studio. Beberapa kalipun ia bertanya kepada pekerja di sana tentang Syaza, jawabannya adlah tidak tahu, kalaupun tahu sebagian besar menjawab kemungkinan Syaza cuti lagi untuk liburan. Tapi, Barid merasa bahwa Syaza tidak akan mengambil cuti di tengah jadwal mereka yang padat dan sibuk ini. Dia tahu betul bbahwa temannya sangat mencintai pekerjaanya sebagai fotografi.

Hingga tiba-tiba terdengar bunyi telepon masuk di handphone Barid. Tertulis nama Ibu Syaza di layar panggilan masuk handphone. Segera tanpa berlama lagi Barid mengangkatnya. 

"Halo Barid, ini Ibunya Syaza...." Terdengar suara parau seorang Ibu di sebrang sana menjelaskan sesuatu hal penting yang membuat Barid kebingungan.

"Ngingg...."Sesaat setelah mendengar penjelasan Ibu Syaza, tiba-tiba telinganya berdengung dengan sangat kencang. Memberikan efek pusing yang lumayan menyakitkan kepalanya. Matanya seketika buram. Suasana studio pun mendadak ramai. Sepertinya berita itu menyebar dengan cepat di seluruh penjuru studio. 

Barid berjalan dengan lunglai di lorong rumah penuh tangis. Ia bergegas ke sini setelah sempat hilang kesadaran selama 20 menit. Dia bingung, karena pertama kalinya merasakan hal menyesakkan ini. Padahal saat Ibunya pergi, dia masih baik-baik saja. Ya, Syaza secara tiba-tiba pergi meninggalkan Barid tanpa sepatah katapun. Membuat dirinya tidak bisa berpikir logis tentang kejadian yang mengejutkan ini.

"Barid.." Panggil seorang wanita paruh baya sambil berjalan menghampiri Barid yang terduduk lemas di depan jasad Syaza. Wanita itupun memberi sepucuk surat untuk Barid. 

"Sebenarnya 3 tahun belakangan ini penyakit maaghnya kambuh dan menjadi parah. Sudah beberapa kali ia masuk rumah sakit. Dan seminggu ini kondisinya drop secara tiba-tiba. Melihat reaksimu sekarang dan surat ini, Ibu sudah mengira ia merahasiakan hal tersebut darimu." Ucap wanita itu sambil menahan tangisannya, dan bergegas berlalu pergi setelah memberi surat ke Barid.

Barid membuka surat tersebut. 

"Hai Barid, temanku yang sangat dingin tapi memikat hahaha kau memang terlahir menjadi model, dan aku beruntung bertemu dengan model yang keren ini. Benar-Benar kebanggaanku. Aku tidak tahu apakah surat ini akan sampai pada dirimu atau tidak. Tapi, jika surat ini sampai, itu tandanya aku sudah tidak ada di dunia ini. Maaf dan terimakasih. Maaf karena kau tidak pernah bisa memberi tahu dirimu soal keadaanku. Dan terimakasih, jika kau menepati ucapanmu saat aku bertanya di retoran Jepang terakhir kali. Soal pertanyaan apakah kau akan menangisiku di hari pemakamanku.

Mungkin kau bingung kenapa aku mengucap terimakasih. Tapi, jika kali ini kamu menangisi kepergianmu tandanya aku berhasil membuat hatimu tidak mati rasa hehe. Aku merasa usahaku selama 7 tahun ini menyentuh hatimu tidak sia-sia. Maka, aku mohon, jangan simpan emosimu. Aku ingin sekali melihatmu menangis, tertawa atau marah. Meski sekarang tangisanmu terjadi karena diriku. Aku berharap semoga kebahagiaanmu berdasarkan orang yang kau cintai nanti. 

Kamu tidak sendiri Barid, kamu bisa kapan saja bertemu orang tuaku. Kau juga tahukan bahwa orang tuaku juga menyayangimu.

tertanda

Syaza R, Temanmu yang bangga memilikimu."

Seperti ucapan Barid di restoran Jepang saat itu, kini ia benar-benar menangis sejadi-jadinya. Dadanya sesak, dia kini benar-benar merasakan hati Syaza yang menyentuh hatinya selama ini. Bagaimana Syaza mengubahnya, meyakinkannya dan menyadarkannya. Kini semua kenangan bersama Syaza seperti sebuah film yang muncul di memori Barid. Dia sangat berterimakasih, karena Syaza berhasil menyentuh hatinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun