Mohon tunggu...
Maulidya Adzkya
Maulidya Adzkya Mohon Tunggu... Freelancer - Hallo Panggil aja KYA

Menulis sebagai teman penamu. Salam kenal yaa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Percaya. Sesuatu yang dari Hati Akan Sampai ke Hati

17 November 2020   17:41 Diperbarui: 17 November 2020   17:53 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Pinterest.com/Mold Atelier

15 Menit kemudian mereka berdua sudah ada di restoran makanan Jepang untuk makan ramen. Padahal hari sedang panas begini. Meski Syaza sudah membujuk untuk makan di tempat lain, Barid tetap tidak mengindahkan rengekannya. Sambil menunggu pesanan datang. Syaza mencoba bertanya hal sensitif yang sedari tadi menjadi pembicaraan di studio ke Barid. 

"Kenapa hari ini kamu tetap menepati jadwal pemotretan hari ini?" Tanyanya sedikit hati-hati, sebisa mungkin agar Barid tidak merasa terintimidasi. 

" Karena, aku orang yang menepati janji, dan tidak ingin merepotkan seseorang untuk mengubah jadwal." Jawabnya enteng dengan nada sedikit bercanda, Barid benar-benar menjawabnya dengan tenang. Bukan, tapi seperti seseorang yang mati rasa. Setidaknya itulah yang Syaza simpulkan dari nada bicara dan ekspresi wajahnya. 

Sebenarnya Syaza juga tidak tahu bagaimana keadaan pasti Barid setelah kepergian Ibunya. Karena kebetulan kemarin ia juga tidak bisa datang karena sebuah urusan yang ia juga tidak bisa beritahu ke Barid. Pria itu juga tidak berkata apapun kemarin. Syaza baru tahu hari ini jika Ibu Barid meninggal dari orang-orang di studio. 

"Haa.." Tanpa sadar Syaza menghela nafas, dia benar-benar khawatir dan merasa bersalah karena tidak ada di sisi Barid di saat seperti itu. seolah sadar dengan maksud tujuan aku bertanya, Barid pun kembali melanjutkan omongannya. 

"Kau tahu bukan,  aku sudah memasuki dunia model sejak masih balita, dan itu terjadi karena ambisi Ibuku. Tapi, ya sejak bertemu denganmu, sekarang aku melakukannya karena keinginan aku sendiri. Kepergiaanya (Ibu) bukan sesuatu yang harus aku hadapi secara berlebihan. Aku baik-baik saja jika kau bertanya dengan tujuan menanyakan keadaanku." Barid menjelaskan secara gamblang apa yang ia rasakan. Meski jawabannya sama sekali tidak membuat Syaza benar-benar lega.

"Mana ada seorang anak yang biasa saja melihat kepergian Ibunya?" Pikirnya dalam hati. Syaza masih ingin bertanya tapi rasa penasarannya akhirnya ia urungkan. Takut malah suasana makan siang jadi lebih panas dari cuaca. 

" Ya aku akui bahwa pengaruhku terhadap dirimu besar hahaha." Syaza mencoba sedikit mencairkan suasana. Selepas tertawa, Syaza kembali terdiam, ada satu hal lagi yang ingin ia tanyakan daan ia harus tetap menanyakannya, walau sedikit ragu. 

"Barid. Kamu harus menjawab pertanyaan ini dengan jujur ya." Ucap Syaza serius.

"Hmm."

"Kalau aku mati nanti. Maksudku suatu hari pasti kita mati, dan kalau itu terjadi pada diriku duluan. apakah kamu akan menangisiku di pemakamanku?" Aku bertanya dengan suara yang agak tercekat, berharap Barid tidak menangkap sesuatu yang berusaha aku sembunyikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun