Mohon tunggu...
Rama Dio Syahputra
Rama Dio Syahputra Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pelajar Indonesia di Perancis.

Saya senang memaknai dunia manusia yang hanya sementara ini. Di antara kebebasan dan keinginan, saya menghakimi makna itu dengan ditemani diri saya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pergi untuk kembali 2

23 April 2020   04:03 Diperbarui: 23 April 2020   23:01 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di sini semua bermula dan berakhir Picture By : Rama Dio Syahputra

Tiga hari sudah berlalu semenjak aku tiba di Albertville dan di hari yang sedikit berawan ini, aku memutuskan untuk memulai pendakianku. Karena telah beristirahat dengan cukup setelah perjalanan panjang, aku merasa sudah cukup siap berjalan kaki jauh. Akan tetapi, ada sesuatu yang mengganjal keyakinanku, entah apa itu namun aku dapat merasakannya di dalam tubuh.

Aku mengenakan jaket yang cukup tebal sekali, dua tongkat hiking, dan tas punggung kecil yang berisikan makanan ringan. Sejak dulu aku sering mengejek orang tua yang berjalan pelan ketika mendaki, karena sering kali mereka menghalangi jalanku. Namun, sekarang aku adalah orang yang menghalangi itu. Sembari jalan aku tertawa sendiri ketika mengingat waktu mudaku dulu.

Sungguh setiap langkah terasa sangat berat. Bebatuan yang basah membuat jalan yang harus kulalui menjadi semakin licin, sedikit demi sedikit aku mendaki dengan hati-hati. Jika terpeleset maka selesai sudah, tidak ada lagi kenangan yang akan dikenang. Biarpun setiap tanjakan dan akar-akar pepohonan itu melelahkan kakiku, tetapi aku masih mencoba untuk menikmati kesengsaraan itu.

"Clara, sungguh berat sekali kakiku. Tolong bantu aku untuk melangkah ke atas sana." Pikirku yang sedang kelelahan. Nafasku sedikit sesak dan terasa ada pusing di kepala. Kemudian, setelah sampai di bawah rimbunnya pepohonan, aku beristirahat sebentar sambil bersender di salah satu batu besar, bentuknya datar dan lebar sekali, kurang lebih lima meter. Meskipun, sudah melepaskan dahaga lelah di tubuhku masih saja belum hilang. Karena itu, aku memutuskan untuk memejamkan mata sebentar di bawah cantiknya daun-daun yang berguruan.

Kurang lebih lima menit aku melanjutkan lagi pendakianku. Tidak jauh dari sana, ladang hijau itu sudah terintip sedikit. Perlahan-lahan aku semakin dekat. Lalu, akhirnya sampai juga. Semua masih sama, pohon besar itu pun masih tertanam dengan tegap dan gagah, hanya saja kali ini rerumputan ladangnya berwarna agak kekuning-kuningan. Aku duduk di bawah pohon itu dan tersenyum sekaligus terharu karena akhirnya sampai. Udara dingin mulai terasa di kulitku. Lagi-lagi aku merasa seperti ada yang menyambut.

Sembari duduk dan meluruskan kaki, aku memejamkan mata dan mengingat suara beratnya ketika dia menyapaku pertama kali, senyuman anggunnya dan juga mata birunya di kala dia masih muda. Aku berusaha kembali ke waktu itu dengan pikiranku yang dibatasi oleh ruang, sampai-sampai tetesan air mata sudah tidak bisa lagi kutahan. "Clara, aku sudah di sini dan menepati janjiku. Aku benar-benar merindukanmu. Lalu, setelah ini apa?" Ucapku di bawah pohon itu.

Ketika aku sedang merenung dan menyelami diriku, tiba-tiba saja dari arah matahari terbenam, datang seorang anak kecil perempuan yang berjalan sendirian ke arahku. Sepertinya, umurnya tidak lebih besar dari Alice, wajahnya pun putih sekali, dan ia tidak mengenakan alas kaki apa pun. Cukup aneh dan aku rasa dia sedang hilang sendirian. Jadi, aku langsung bertanya.

"Halo, Nak... apakah kamu sedang hilang? Dimana orang tuamu?"

"Jangan panggil aku, Nak! Dan juga aku sedang tidak hilang. Aku sedang mencari seseorang." Tegasnya dengan intonasi tinggi.

Mendengar jawabnya, aku tertawa. "Galak juga ya bicaramu itu. Memangnya kamu sedang mencari siapa?"

"Kamu tidak perlu tahu! Bukan urusanmu, Pak Tua." Jawabnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun