Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tepis Anggapan Kritis karena Tak Dapat Kursi, Ini Deretan Kritik SAS ke Rejim Jokowi Jilid I

8 Januari 2020   18:24 Diperbarui: 9 Januari 2020   01:56 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kemungkinan besar karena (Said Aqil) tidak kebagian kursi di pemerintahan Jokowi sehingga mulai berteriak dari luar," kata pengamat politik Maksimus Ramses Lalongkoe menanggapi sikap Ketum PBNU KH. Said Aqil Siroj (SAS) yang dinilai keras kepada pemerintah.

NU Main Aman dan Oportunis?
Sebagian orang berpikir bahwa saat ini PBNU hanya dipergunakan sebagai stempel oleh rejim yang berkuasa. Terlihat dari dukungan dan kemauan bekerjasama elemen dalam ormas itu dengan pemerintahan. Selain itu, minimnya gesekan antara ormas Islam terbesar itu dengan rejim yang berkuasa juga dipandang sebagai sebuah sinergi.

Seiring dengan perpindahan kekuasan ke partai yang dinilai abangan, friksi antara rejim dan golongan yang dianggap paling sahih dalam mewakili kaum relijius makin kentara saja. Terlihat dari penyikapan dan informasi yang beredar di segmen masyarakat tertentu terutama melalui media daring, dari keberpihakan rejim kepada paham terlarang (komunisme), upaya untuk mendiskreditkan kaum muslim yang mayoritas hingga hal-hal serupa lainnya. 

Stigma negatif pun ditempelkan kepada mereka yang bersikap moderat terhadap pemerintah, apatah lagi mendukungnya. 

Sejarah telah membuktikan bahwa NU tidak pernah bersikap sebagai bughat (pemberontak), dari rejim Soekarno hingga Joko Widodo. Hingga muncul sebutan bahwa NU adalah kalangan oportunis. 

Meski begitu, sejarah pun mencatat betapa Orde Baru bersikap represif terhadap NU terlihat dari upaya rezim Soeharto untuk menganeksasinya. Hingga orang akan mengingat bagaimana NU harus pintar berkelit agar eksistensi ormas itu tetap terjaga demi sekian puluh juta masyarakat muslim yang 'berafiliasi' kepadanya.

Lalu apakah sikap NU yang terkesan tak galak kepada rezim itu berarti bahwa NU mandul?

Mari kita lihat.

Jejak Kritik NU Kepada Pemerintah

Jika ada orang lupa akan sikap kritis NU kepada rejim Joko Widodo, mungkin hal itu disebabkan karena kurangnya porsi pengamatannya kepada aktivitas NU. Atau yang lebih parah yakni disebabkan oleh ketidaksukaannya pada sosok Kiai Said. Sebab hal itu akan membuat seluruh aktivitas positif PBNU pudar begitu saja.

Untuk mengingatkannya, mari kita buka jejak digital di media daring yang mencatat berbagai hal yang pernah dikritisi oleh NU. Kita fokuskan saja pada masa ke-2 Kiai Said menjabat hingga sebelum matangnya struktur pemerintahan Jokowi - Ma'ruf Amin, sekedar untuk menjawab suara sumbang bahwa NU heboh karena tak diberi jabatan.

1. Konsesi Lahan 

"Ada orang, konglomerat, yang menguasai tanah sampai 5,5 juta hektar," ujar Kiai Said saat acara Musyawarah Nasional VI Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Grand Ballroom Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan (20/7/2018).

"Tapi yang namanya Solikhin, Djumadi, satu jengkal lahan saja enggak punya,"tukasnya mengacu pada nasib beberapa warga yang berada di lingkungan tempat tinggal kiai Said di Cirebon.

Namun pernyataan Kiai Said tersebut langsung dikoreksi oleh Presiden Joko Widodo yang mendapatkan kesempatan berpidato setelahnya. 

Jokowi menegaskan bahwa kebijakan itu bukanlah berasal dari pemerintahannya. Justru sebaliknya, yang dilakukan adalah menghentikan pemberian konsesi kepada pengusaha dan mengalihkannya kepada rakyat yang membutuhkan melalui program redistribusi lahan. (sumber)

2. Penolakan terhadap Sekolah 5 Hari 

Wacana sekolah 5 hari yang digulirkan pemerintah sontak mendapatkan perlawanan dari NU. Hal itu didasarkan pada kemungkinan bahwa sekolah 5 harivakan mematikan madrasah diniyah atau pesantren yang selama ini menjadi basis dalam melestarikan Islam yang tawasuth (moderat).

"Kami PBNU menolak keras, tidak ada kompromi, tidak ada dialog. Yang penting pemerintah mencabut permen sekolah lima hari," ujar Kiai Said di Kantor PBNU, Jl. Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (10/8/2017).

Penolakan itu sama sekali tak bersifat politis apalagi semata-mata ingin membenturkan diri dengan Muhammadiyah karena Mendikbud Muhadjir Effendi berasal dari unsur ormas tersebut. (sumber)

3. Empat Belas Kebijakan Ekonomi 

Dalam Mukernas-1 Halaqah Ekonomi Nasional yang diselenggarakan Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) di Pesantren Luhur Al Tsaqafah Jakarta (5/5/2017), Kiai Said memberikan kritik atas 14 kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah.

“Pak Darmin (Menko Perekonomian) sudah mengeluarkan empat belas kebijakan ekonomi, tapi hanya di tataran atas. Belum pada tataran bawah,” tuturnya di depan Presiden Joko Widodo dan Darmin Nasution yang hadir sebagai tamu undangan.

NU pun dikatakannya akan bersedia bersinergi dengan pemerintah demi kemajuan bersama. (sumber)

4. Pemerintah Kesampingkan Dialog Dengan Umat Islam 

Kritik ini disampaikan langsung kepada Presiden Joko Widodo yang bertandang ke kantor PBNU (7/11/2016).

"Menyayangkan kelambanan pemerintah dalam melakukan komunikasi politik dengan rakyatnya. Mendesak kepada pemerintah untuk segera melakukan dialog yang lebih intensif dengan seluruh lintas tokoh pemuka agama sehingga terbangun suasana yang kondusif,"pesan Kiai Said kepada presiden.

Komentar tersebut dilayangkan Kiai Said lantaran pemerintah dianggap lamban dalam menangani kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Utama. Hal itu dinilai sebagai pemicu munculnya unjuk rasa besar di ibu kota. (sumber)

5. Masalah LGBT 

PBNU bersikap tegas mengenai hal ini, yakni menolak lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). 

Dalam pertemuannya dengan Presiden di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta (31/3/2016), Kiai Said mengkritik pemerintah yang dianggapnya kurang tegas dalam bersikap. 

"RRC sudah melarang, Singapura melarang, Indonesia harus tegas melarang LGBT,"tukasnya dalam pertemuan itu.

Sebelumnya, Menko Pulhukam disebut meminta masyarakat untuk tidak over react dalam memberikan tanggapan terhadap LGBT. Dia beralasan bahwa kasus itu baru mengemuka sehingga masih perlu diamati lebih lanjut. (sumber)

Di samping kritik dan masukan di atas, masih ada beberapa hal yang disorot oleh PBNU. Seperti kritik atas ketidakseriusan pemerintah dalam memerangi kelompok radikal termasuk HTI*, reformasi agraria agar tidak hanya sekedar kegiatan bagi-bagi sertifikat* atau yang paling baru mengenai kenaikan iuran BPJS*.

Masih berpikir PBNU cuma tukang stempel?

Baca juga artikel lainnya :

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun