Merayakan HUT ke-80 RI dengan Wastra Nusantara
"Pakaian adat adalah bahasa keindonesiaan yang menyatukan perbedaan."
Oleh Karnita
Pendahuluan
Di halaman Istana Merdeka yang megah, warna-warni pakaian adat Nusantara menjadi pemandangan menawan pada peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia. Presiden Prabowo Subianto tampil dengan baju adat Betawi serba putih yang sederhana namun sarat makna. Sementara itu, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan keluarganya mempesona dengan busana khas Gayo, Aceh Tengah, yang penuh sulaman geometris.
Penulis tertarik menyoroti momen ini bukan sekadar karena tampilan visual yang indah, melainkan karena simbol kebangsaan yang terkandung di dalamnya. Tradisi mengenakan pakaian adat dalam upacara kenegaraan merupakan representasi nyata penghormatan terhadap keberagaman. Di tengah dinamika politik dan sosial saat ini, simbol kultural seperti ini menjadi pengingat penting akan jati diri bangsa.
Urgensinya terasa lebih kuat ketika masyarakat modern sering terjebak dalam arus globalisasi yang menekan identitas lokal. Wastra Nusantara hadir bukan sekadar kain atau hiasan tubuh, melainkan narasi panjang sejarah, nilai, dan filosofi bangsa. Karena itu, perayaan HUT ke-80 RI bukan hanya momentum politik, tetapi juga panggung budaya yang merekatkan perbedaan dalam bingkai persatuan.
1. Simbolisme Wastra Nusantara dalam Kenegaraan
Pemakaian pakaian adat oleh Presiden dan Wakil Presiden adalah manifestasi dari gerakan Wastra Nusantara. Gerakan ini bukan sekadar estetika, tetapi juga menegaskan penghormatan terhadap warisan budaya Indonesia. Dalam setiap tenunan dan corak kain, terdapat kisah identitas yang memperkokoh semangat kebangsaan.
Prabowo dengan baju adat Betawi seakan ingin menyampaikan pesan tentang keterikatan ibu kota pada akar budayanya. Begitu pula Gibran dengan baju kerawang Gayo yang memperlihatkan kekayaan Aceh Tengah dalam panggung nasional. Keduanya menegaskan bahwa kepemimpinan politik pun tidak boleh tercerabut dari akar budaya.
Simbolisme ini meneguhkan pandangan bahwa budaya adalah elemen strategis dalam menjaga persatuan bangsa. Di tengah pluralitas, Wastra Nusantara hadir sebagai jembatan yang menyatukan, bukan memisahkan.