Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

NU: Sinyalemen Politisasi dan Misteri Ucapan Kiai Said

29 Desember 2019   22:35 Diperbarui: 30 Desember 2019   09:50 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siroj dan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar | Foto SAS Institute

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar mengungkapkan bahwa Gus Dur pernah woro-woro kepada generasi muda Nahdlatul Ulama (NU) akan datangnya pemikir hebat yang melebihi dirinya*. 

Dan kini ucapan cucu pendiri NU itu diyakini kebenarannya saat KH. Said Aqil Siroj tampil memimpin ormas Islam terbesar di Indonesia itu.

NU Kultural dan Politisasi 

Sejarah NU diwarnai dengan partisipasinya sebagai sebuah partai politik di era Orde Lama. Partai NU berpartisipasi dalam dua Pemilihan Umum (Pemilu) yakni Pemilu tahun 1955 dan 1971. Kiprah politik NU dimulai pada 1952 saat KH. Abdul Wahab Hasbullah menjabat sebagai Rais 'Am PBNU menggantikan Rais Akbar PBNU, KH. Muhammad Hasyim Asy'ari.

Pergumulan politik NU terhenti pada kisaran tahun 1983 saat para tokoh NU seperti KH. Ahmad Siddiq, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), KH. Mustofa Bisri (Gus Mus) dan ulama lainnya memotori kembalinya NU sebagai lembaga kemasyarakatan murni yang terlepas dari peran politik praktis. Kembalinya NU ke murni peran sosial kemasyarakatannya itu dilegitimasi oleh Muktamar ke-27 di Situbondo pada 1984.

Namun beberapa tahun belakangan ini muncul kerisauan dari sejumlah tokoh NU yang menengarai bahwa NU sedang dilibatka terlalu jauh dalam praktek politik. Atau setidaknya digunakan oleh sebagian politisi NU sehingga membawa NU keluar dari jalur khittah sebagai organisasi masyarakat murni yang steril dari politik praktis. 

Dari situlah muncul gerakan bernama Komite Khittah 1926 yang salah satu tokohnya adalah adik kandung Gus Dur, KH. Shalahuddin Wahid (Gus Solah). Pada Halaqah ke-9 Komite Khittah 1926 (KK-26 NU) yang diadakan di Pekalongan, 17 Juli 2019, Gus Solah memberikan peringatan keras soal indikasi politisasi NU. 

Usai membaca catatan wartawan politik dan hukum harian Kompas, M. Subhan SD berjudul Bangsa Mati di Tangan Politikus, Gus Solah merasakan hal yang sama tengah terjadi di NU. 

"Kalau tulisan Subhan berjudul 'Bangsa Mati di Tangan Politisi' menurut saya 'NU Mati di Tangan Politisi'," tegasnya di hadapan para peserta halaqah*.

Muktamar 2020, Intrik Dua Kepentingan?

Pergulatan kekuatan pro khittah dan status quo nampaknya akan mewarnai Muktamar ke-34 yang akan diselenggarakan di Lampung pada Oktober 2020 mendatang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun