Pada Kode Etik ABKIN yang berisi "melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli". Di situ, ARM terlihat melakukan hal tersebut dengan CY yang telinga nya mengeluarkan darah akibat ditampar. Dari situ dapat dilihat bahwa ARM melakukan tindakan yang merugikan CY (korban). Selain itu CY juga mengalami trauma, rasa takut kepada guru BK.Â
3. Pelanggaran terhadap prinsip profesionalisme.Â
Yang berisi "Konselor memberikan pelayanan kepada seluruh konseli yang menjadi tanggung jawabnya di lembaga tempat bekerja konseli di luar lembaga pelayanannya yang secara sukarela meminta konselor memberikan pelayanan, dengan menerapkan segenap kaidah, kode etik profesional pelayanan konseling". Dengan menampar siswa menunjukkan kurangnya keterampilan profesional dalam menangani siswa yang melanggar aturan dari sekolah.Â
4. Pelanggaran terhadap kesejahteraan dan keselamatan konseli.Â
Dengan isi "Konselor berkewajiban menjaga keselamatan dan kesejahteraan konseli dalam setiap layanan yang diberikan". Dari kasus ini membuktikan bahwa konselor justru menjadi suatu ancaman bagi konseli/siswanya, bukan jadi pelindung untuk muridnya.
5. Pelanggaran citra profesi Bimbingan dan Konseling.
Yang berisi mengenai "Konselor menjaga citra profesi bimbingan dan konseling melalui sikap dan perilaku profesional". Tindakan tersebut tidak hanya merusak hubungan dengan siswa, tetapi juga menurunkan kepercayaan publik terhadap profesi bimbingan dan konseling secara keseluruhan.
Berikut implikasi dari pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh guru BK terhadap CY dalam konteks klien, konselor, dan profesi bimbingan dan konseling:Â
1. Implikasi Terhadap Konseli (CY)
Tindakan kekerasan dapat menyebabkan dampak psikologis yang mendalam pada CY, termasuk trauma emosional, rasa takut, dan ketidakpercayaan terhadap otoritas, khususnya terhadap konselor.Â
CY mungkin mengalami penurunan rasa percaya diri dan motivasi, yang dapat mengganggu perkembangan akademis dan sosialnya.Â