Mengapa aku jadi tak adil padamu? Toh kamu ingin hidup normal setelah kehadiranku.Â
"Baiklah, aku menerimamu.. Asal kamu benar-benar meninggalkan pacar laki-lakimu itu, besok kita periksa lagi kondisimu di rumah sakit! "
"Benarkah kamu menerimaku? Terima kasih sayang. "
Kamu memelukku erat. Akupun trenyuh. Kamu memerlukan aku. Aku juga butuh kamu. Kita mulai semua dari nol.Â
Esok harinya kita mengunjungi rumah sakit untuk mengecek apakah kamu tertulah HIV. Setelah tahu negatif, kitapun bahagia.Â
Aku tak perlu khawatir tertular meski kemudian aku memilih tak terlalu intim sampai memang kita memilih menikah kelak.Â
Sehari-dua hari hidup kita normal kembali. Kita saling memperhatikan, saling berbagi perasaan.Â
Hingga suatu waktu karena kesibukanku dengan pekerjaan di kantor membuatku tersadar bahwa nyaris satu bulan kita tak berjumpa.Â
Kamu memang beralasan sedang sibuk juga. Namun akhir-akhir ini malah kamu jarang juga berbagi kabar. Rasanya sudah lama aku tak mendengar suara manjamu lewat telpon.
Kubuka percakapan terakhir denganmu. Oh aku baru menyadari bahwa kamu mengaku sedang sakit. Mungkin ada baiknya kalau aku menengokmu sepulang dari kantor nanti.Â
Berbekal buah-buah kesukaanmu aku menjambangi kontrakanmu. Setelah kuparkirkan motor di halaman, akupun menuju kamarmu.