Dengan satu tebasan, Pancapana menjatuhkan musuh bebuyutannya. Panangkaran roboh bersimbah darah, matanya terpejam dengan wajah penuh ketidakpercayaan.
Sorak sorai meledak dari barisan Syailendra, sementara pasukan Mataram terdiam, kehilangan pemimpin mereka.
Pancapana menancapkan pedangnya ke tanah, lalu berseru lantang, "Peperangan ini selesai! Tidak ada lagi darah yang harus tertumpah. Mulai hari ini, Mataram kembali bersatu dalam kebenaran!"
Pasukan Mataram perlahan menurunkan senjata. Mereka tak lagi melihat alasan untuk bertarung.
Di bawah cahaya mentari pagi, Pancapana berdiri tegak di atas tanah yang berlumur darah, bukan sebagai seorang pendendam, melainkan sebagai ksatria yang telah menegakkan keadilan.
Bersambung ke Bagian 20
Catatan Penulis:
Kisah ini memadukan sejarah dan imajinasi. Beberapa tokoh dan peristiwa diambil dari catatan sejarah, namun banyak pula unsur fiksi yang ditambahkan demi kepentingan sastra. Cerbung ini tidak dimaksudkan sebagai rujukan sejarah, melainkan sebagai upaya menghadirkan nilai moral tentang persahabatan, cinta, dan perjuangan menegakkan kebenaran.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI