Indrayana terdiam, hatinya perih mendengar kata-kata itu. Namun sebelum perdebatan berlanjut, datanglah seorang sesepuh berjanggut putih, Kakek Sabak, guru Pancapana di masa kecil.
"Cukuplah," ucapnya bijak. "Kekuatan bukanlah jalan untuk merebut tahta. Ilmu dan kebijaksanaanlah yang akan mengangkatmu. Jika kau ingin kembali ke Mataram, jadilah menantu Prabu Smarattungga dengan cara yang terhormat. Menangkan sayembara itu bukan untuk keserakahan, melainkan demi rakyat."
Pancapana terdiam, merenungi kata-kata gurunya. Ia sadar, jalan menuju Mataram bukan hanya dipenuhi pedang dan darah, melainkan juga ujian hati.
Bersambung ke Bagian 6
Catatan Penulis:
Kisah ini memadukan sejarah dan imajinasi. Beberapa tokoh dan peristiwa diambil dari catatan sejarah, namun banyak pula unsur fiksi yang ditambahkan demi kepentingan sastra. Cerbung ini tidak dimaksudkan sebagai rujukan sejarah, melainkan sebagai upaya menghadirkan nilai moral tentang persahabatan, cinta, dan perjuangan menegakkan kebenaran.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI