Hari itu, aku tidak mati.
Hari itu, aku menang.
Atau setidaknya, aku pikir aku menang.
Bertahun-tahun setelahnya, aku melihat nama-nama baru muncul. Mereka adalah anak-anak yang dulu bersorak di gerbang Arcapada. Mereka yang katanya ingin perubahan.
Tapi kini, mereka duduk di kursi yang sama. Mereka menikmati anggur yang sama. Mereka membaca dekrit yang sama. Dan mereka tetap menyebutnya Karunia Ilahi.
Sementara di bawah sana, ibu-ibu masih menangis di sudut rumahnya. Buruh masih mati di tambang yang sama. Dan aku hanya bisa tertawa pahit.
Karena aku akhirnya paham. Kerajaan Dwipantara tidak butuh raja baru. Kerajaan Dwipantara butuh runtuh dari dalam dan memporak-porandakan segala macam akal-akalan busuk para petinggi jabatan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI