Kabar produksi GT-R R35 berhenti. Berita itu menyebar cepat ke dunia. Banyak orang menganggapnya penanda zaman. Ini adalah akhir era supercar Jepang.Â
Orang menjulukinya sebagai sang "Godzilla". Ia bisa melibas mobil lebih mahal. Kini ia harus pensiun untuk selamanya (Carscoops, 2024).
Tapi apakah ceritanya sesederhana itu? Mungkin ini bukanlah sebuah akhir mutlak. Ini bisa jadi sebuah jeda strategis. Jeda dari para insinyur hebat Jepang.
Jepang pernah berada di puncak otomotif. Warisan mereka sungguh tak terbantahkan. Sejarah mereka penuh mobil-mobil legendaris. Mobil itu telah menginspirasi jutaan orang. Dunia dikejutkan oleh mobil Honda NSX.Â
Itu terjadi pada era tahun 1990-an. NSX adalah sebuah mahakarya yang sejati. Pembalap Ayrton Senna membantu pengembangannya (Classic Cars Magazine, 2022).Â
Jauh sebelumnya ada mobil Toyota 2000GT. Mobil ini tampil dengan sangat elegan. Ia bahkan menjadi mobilnya James Bond. Lalu beberapa dekade setelahnya lahir Lexus LFA.Â
Mobil itu puncak rekayasa otomotif. Mobil ini dibuat hanya 500 unit. Ia memakai sebuah mesin V10 garang. Suaranya disebut simfoni paling merdu. Dunia mengakuinya sebagai yang terbaik (Wikipedia).
Tentu saja Nissan GT-R ikon berbeda. Ia punya status yang sangat unik. Ia adalah simbol nyata demokratisasi supercar. Performanya bisa menyaingi semua mobil eksotis. Mobil dari Italia dan juga Jerman. Tapi harganya dibuat jauh lebih terjangkau.Â
GT-R wujudkan mimpi punya supercar. Mimpi ini untuk banyak orang awam. Mimpi ini menjadi terasa lebih realistis. Mobil-mobil ini bukan sekadar sebuah kendaraan. Mereka adalah bagian penting budaya pop. Juga bukti kehebatan rekayasa khas Jepang.
Lalu mengapa para raksasa ini berhenti? Mereka seolah menarik diri dari panggung. Ada beberapa alasan yang sangat kuat. Dunia memang telah berubah secara fundamental.Â
Prioritas industri otomotif global kini bergeser. Tujuannya ke arah sebuah keberlanjutan. Regulasi emisi juga menjadi semakin ketat. Aturan ini berlaku di seluruh dunia.Â