Ketiadaan anggaran untuk vokasi menimbulkan dilema serius. Indonesia bisa saja memiliki bonus demografi, tetapi tanpa keterampilan relevan, bonus itu berubah menjadi beban. Pendidikan vokasi seharusnya menjembatani antara sekolah dan dunia industri.
Pesan reflektifnya: jika negara mengabaikan pendidikan vokasi, maka cita-cita mencetak generasi produktif hanya akan berhenti pada slogan. Kritik ini bukan untuk melemahkan, melainkan mengingatkan urgensi investasi pada sektor yang paling dekat dengan kebutuhan pasar kerja.
Anak Tidak Sekolah: Ancaman Masa Depan
Penanganan anak tidak sekolah (ATS) seharusnya menjadi perhatian utama. Kompas.com mencatat program ini juga tak terakomodasi dalam anggaran 2026. Artinya, risiko bertambahnya jumlah ATS semakin besar, terutama di wilayah terpencil.
Anak yang tidak sekolah bukan hanya kehilangan hak belajar, tetapi juga menghadapi risiko keterpinggiran sosial. Mereka rentan menjadi pekerja anak, korban pernikahan dini, atau terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Tanpa intervensi negara, masalah ini akan menjadi bom waktu sosial.
Refleksi mendalamnya, pendidikan bukan hanya tentang yang berada di bangku sekolah, tetapi juga mereka yang tercecer di luar sistem. Mengabaikan ATS sama dengan mengabaikan sebagian masa depan bangsa.
Penutup
Keterbatasan anggaran pendidikan 2026 mengajarkan bahwa niat baik tanpa eksekusi konkret hanya menghasilkan janji kosong. Delapan program prioritas yang tidak terdanai adalah alarm bagi semua pihak bahwa pendidikan masih belum menjadi prioritas nyata. Sebagaimana dikatakan Ki Hadjar Dewantara: "Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri, pendidik hanya dapat menuntun." Namun bagaimana menuntun jika jalan yang ditempuh penuh hambatan?
Pendidikan harus dilihat sebagai investasi jangka panjang, bukan beban fiskal sesaat. Kritik ini perlu diarahkan agar pemerintah, DPR, dan publik bersuara bersama, menuntut keadilan anggaran bagi sektor pendidikan. Sebab, tanpa keberanian mengalokasikan dana secara adil, cita-cita besar hanya akan tinggal wacana. Wallahu a'lam.Â
Disclaimer:Â
Artikel ini merupakan analisis penulis terhadap pemberitaan di media arus utama. Pandangan yang tertuang adalah opini pribadi, bukan sikap resmi lembaga.