Ciwidey, 30 Oktober 1957 dini hari
Kopral Adi Pramana dan Pratu Made Agung Jaya menyantap nasi liwet dan gurame bakar dengan lahap bersama sejumlah OKD. Mereka baru  saja meneguk bajigur hangat disusul kopi ketika melihat ada beberapa sosok di balik rimbunan pohon.
"Tidak biasanya Kang, tempat ini sepi. Belum ada gangguan gerombolan sih berapa bulan ini," ujar Karmin, seorang OKD.
"Kita bangunankan Komandan?" tanya Pratu.
"Nggak, periksa dulu, di dalam banyak perempuan dan anak-anak, kalau bisa diselesaikan tanpa berisik," kata Kopral Adi.
Adi meminta Made dan OKD berhaga, sementara dia bersama seorang OKD merayap ke dekat semak. Â Jantungnya berdegup ternyata ada beberapa anggota gerombolan sedang mengintai tidak mengetahui kehadirannya.Â
"Setyo ada di sana menurut laporan pengintai, dia masih bisa berjalan," kata salah seorang. "Aku belum puas kalau belum buat dia cacat."
"Mengapa anjeun dendam sekali sama Setyo, Kangmas Dewanto?" tanya seorang di antara mereka.
"Sakit hati Lek, apa hebatnya dia? Â Dia buat laporan buruk tentang aku selama jadi bawahannya hingga aku tak terpilih jadi tentara," kata yang disebut Dewanto. "Sayang ketika aku mau pateni Si Setyo ada yang menyelematkan dia sepertinya bukan tentara?"
"OKD? Jago sekali dia bunuh berapa orang kita sekaligus."
Adi dengan gemetar membidik gerombolan itu  namun ada yang di belakangnya menodongkan senjata.