Tiga tahun sudah aku tak mau memikirkan perempuan. Aku takut dengan perasaanku. Takut seperti yang akan kualami seperti saat mengenalmu.
"Le, kapan kamu nikahnya? Tuh teman-temanmu sudah pada nikah. Punya anak," keluh simbok.
"Belum waktunya, mbok" ucapku tegas.
"Kalau kamu nggak bisa nyari calon istri, simbok yang carikan! Dari dulu kok jawabannya seperti itu," ucap simbok kesal.
Terdengar suara motor berhenti di depan rumah. Aku bergegas ke luar rumah. Meninggalkan simbok yang masih menggerutu.
Kulihat sahabat lamaku, Niko. Kau ingat kan, Ra?
Aku menyalaminya. Memang lama aku tak bertemu dengannya. Aku jarang pulang. Kalaupun pulang, aku tak ke rumahnya. Alasanku sangat tak masuk akal.Â
Niko-lah yang membuatku berkenalan denganmu. Aku tak mau mengenangmu lagi. Pikirku, kau pasti sudah bahagia dengan lelaki pilihanmu.Â
"Ji... gimana kabarmu?" Sapa Niko.
Kami akhirnya berbincang-bincang. Niko kini sudah punya anak. Anaknya diajak serta ke rumahku.
Sayangnya anak Niko tidak betah berlama-lama di rumah. Niko segera berpamitan.