Debat tentang Regulasi dan Perpajakan: Argumen Pendapatan vs. Kerugian Sosial
Perdebatan mengenai regulasi dan perpajakan perjudian daring di Indonesia sangat kompleks, melibatkan pertimbangan fiskal, hukum, dan moral.
Argumen untuk Perpajakan (Peluang Fiskal):
-
Dr. Joko mengemukakan bahwa bahkan persentase pajak yang kecil (misalnya, 1-5%) atas perputaran perjudian daring dapat menghasilkan pendapatan negara yang signifikan, serupa dengan bagaimana transaksi bursa saham dikenakan pajak.
Pejabat tinggi, termasuk Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dan mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi, secara terbuka mengakui potensi pajak yang sangat besar dan bahkan mengusulkan perpajakan sebagai strategi untuk mengurangi minat masyarakat terhadap aktivitas tersebut.
Beberapa pengamat pajak berpendapat bahwa pendapatan yang berasal dari aktivitas ilegal pun dapat dikenakan pajak penghasilan berdasarkan prinsip "akumulasi kemampuan ekonomi" (Pasal 4 Ayat 1 UU Pajak Penghasilan), yang menyiratkan bahwa setiap peningkatan kapasitas ekonomi, terlepas dari sumbernya, dapat dikenakan pajak.
Argumen Melawan Perpajakan (Imperatif Hukum dan Sosial):
Argumen utama dan paling kuat menentang perpajakan perjudian daring adalah statusnya yang secara eksplisit ilegal di Indonesia. Para penentang berpendapat bahwa pengenaan pajak secara implisit akan melegalkan aktivitas tersebut, secara langsung bertentangan dengan komitmen pemerintah untuk memberantasnya dan merusak undang-undang yang ada.
Kekhawatiran telah muncul mengenai ambiguitas dan kurangnya kategorisasi yang jelas untuk objek dan subjek pajak jika kebijakan tersebut diterapkan.
Para kritikus, termasuk ekonom dan pengamat pajak, sangat berpendapat bahwa perpajakan perjudian daring akan menormalisasi aktivitas tersebut, berpotensi menyebabkan peningkatan partisipasi publik dan memperburuk kerugian sosial yang parah, terutama pada populasi rentan.
Perspektif hukum menunjukkan bahwa transaksi perjudian daring secara perdata tidak sah dan batal demi hukum di bawah hukum Indonesia. Akibatnya, setiap pendapatan yang berasal dari aktivitas tersebut secara teoritis dapat disita oleh negara daripada dikenakan pajak.
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!