Puisi : Tetaplah Menulis, Walau
(Seri Puisi Epigram #38)
Ditulis oleh : Eko Irawan
Apa Harus Sedih ?
Perih merintih ?
Tak luka tapi jiwa ini tertatih.
Terasing dalam rasa yang perih.
Bukan soal gaji, bukan soal uang.
Ditanggapi saja, sudah pernah girang.
Jiwa gembira hati riang.
Karya makin nyala saja,
sudah senang.
Kenapa ada jeda
Terhenti Malas berkarya
Bertanya ada apa,
Surutnya gurat pena,
Turunnya Motivasi Jiwa.
Jangan lupa tujuan menulis mu
Nyala api yang memantik geloramu
Jangan ikut arus diluar mu
Kapan kau tunjukan Jati dirimu
Tetaplah menulis, Walau...
Engkau sedang galau.
Untuk apa dirimu risau.
Mari buat dunia terpukau.
De Huize Sustaination, 24 Juni 2025
Ditulis untuk Seri Puisi Epigram 38
Catatan Kaki
Kisah dibalik puisi ini adalah sebuah pengalaman yang dialami para penulis, khususnya mereka yang baru mengawali karier di dunia kepenulisan, apalagi belum pernah memperoleh penghasilan yang mampu menopang kehidupannya. Bukannya tidak memiliki jiwa sosial, namun jika sepanjang hayat harus jadi penulis gratisan, dengan apa dia harus bertahan hidup? sebuah proses menulis minimal tetap membutuhkan biaya seperti paket data internet agar tetap bisa upload karya karyanya. Pada kenyataannya, karya karya kita tersebut belum tentu memiliki bobot kualitas dan standar tertentu. Dan untuk mencapainya, wajib dibutuhkan perjuangan yang pantang menyerah. Bernilai atau tidak, audience lah yang menjadi kuratornya. Jika publik tidak kenal aktualisasi dari karya karya kita dan apa yang kita tulis tidak up to date serta tidak dibutuhkan oleh khalayak, maka apa layak karya kita tersebut memperoleh penghargaan yang seharusnya ? sekedar dibaca saja juga tidak. Jadi ? Puisi ini coba merangkum dan memberi jawabnya. Selamat membaca dan merenungkannya.
 Baca Seri Puisi Epigram Lainnya :
https://www.kompasiana.com/tag/puisi-epigram