Ramadhanku kembali datang. Menjenguk diri ini. Tapi Tetap seperti yang lalu. Belum juga berubah. Karena terjebak sandiwara, entah siapa sutradaranya.
Hati tak bisa dipaksa. Untuk menerimaku. Apa adanya. Karena ada standar lain. Pilihanmu. Dan aku tidak Sudi dibanding bandingkan.
Sungguh, kalau dirimu ada. Pasti ada kepastian. Tinggal menunggu waktu saja. Kita pasti bertemu. Dan hidup bersama kelak. Jika kamu ada.
Bagai mur baut. Itu cinta diantara kita. Saling dukung. Saling menguatkan. Saling melengkapi. Memberi nyaman. Satu dengan yang lain.
Kangen untuk kembali. Pada suatu masa. Masih bisakah. Dulu bersamamu. Penuh harap. Sekarang sendiri. Merenung.
Siapa mau kosong. Tak ada. Karena kosong itu sepi. Tersisih. Tak berarti. Tak dihargai.
Ku salut padamu, kekasihku. Kau bidadari tangguh. Tak salah kupilih dirimu. Karena engkau sangat menyayangi ibumu.
Kita sudah berbeda jalan. Tak cocok, dipaksa, semakin sulit. Jodoh sudah habis. Bertahan, semakin saling menyakiti. Hanya membangun intrik dendam, tia
Ini tulus. Bukan prank. Cinta ini bukan barang candaan. Bukan lelucon gelap.
Bait bait kisah dalam lembar sejarah. Tersimpan jauh hingga ke delft. Terpisah oleh luas samudra. Jauh lintas benua.Ini hanya kenangan.
Kisah semalam, sehabis hujan. Bertemunya dua insan kasmaran. Gerbang kuning saksi bisu.
Konspirasi cinta. Prolog pasangan hidup. Sebuah asa dimasa muda. Merintis dari rasa harap
Ujung waktu. Setelah sekian lama. Langkah langkah yang mulai usang. Derap yang mulai surut.
Kau pernah ada. Pernah berkarya. Penyair tanpa panggung. Dibiarkan.
Aku jatuh cinta padamu. Kuserahkan hidupku untukmu. Aku ada di sini karena cinta ini. Kupersembahkan padamu.
Tak sukakah aku bersajak. Merangkai kata. Mengurai bait. Tentang rasa. Tentang gundah
Apa yang ku cari. Aku diam. Karena aku bertengkar dengan diriku sendiri. Drama paling munafik. Antara ideal dan kebutuhan.
Apa salahku. Bukan aku yang mendalangi ini semua. Apa mungkin aku tersangka, yang ingin hidupku sendiri hancur. Hidup dalam susah.
Cinta dalam sepiring mie. Sekalipun sendiri. Hanya ini yang ada. Obat lapar. Seperti obat rindu, bertemu cintaku.
Tak perlu berpikir negatif. Aku menjunjung tinggi kehormatan mu. Bukan seperti kata orang. Yang bilang ini dunia tipu tipu. Ini tentang beningnya rasa