Orang yang konflik, warga yang kena getahnya harus jaga pos ronda. Begitulah gerutuan kami di Aceh dulu. Jadi jika harus membuka pos ronda atau menjalankan Siskamling lagi, rasanya jadi seperti kembali ke jaman konflik.
Dulu setiap malam warga bergantian secara terjadwal menjaga ujung jalan kampung masuk dan keluar. Meskipun bisa menjadi ajang silaturahmi antar warga, tapi ketika itu setiap yang berjaga selalu diliputi rasa was-was. Bukan kuatir ada maling atau aksi pencurian, tapi jika ada baku tembak. Takut karena peluru tak "bermata" bisa menyasar siapa saja.
Pernah pos ronda justru menjadi ajang mencari upeti. Atau menjadi titik penanda, ketika ada kendaraan di hentikan lalu ada sniper yang menyasar sasaran.
Pernah suatu ketika suami sedang dalam perjalanan di perbatasan Aceh-Medan. Kendaraan bus dihentikan oleh patroli yang berjaga. Tak lama kemudian berangkat kembali. Saat masuk di pos ronda berikutnya, kendaraan dihentikan dan tiba-tiba dua buah tembakan melesat memecahkan kaca jendela. Kaca berhamburan mengenai kepala suami yang kebetulan duduk tertidur bersandar. Entah sekedar teror atau memang sedang mengincar sasaran tertentu. Karena di dalam kendaraan tersebut, tepat di bangku bagian depan ternyata ada orang yang konon katanya "diincar".
Berbagai kejadian itu membuat orang berjaga di pos ronda jadi ketakutan. Warga yang berjaga juga jadi serba salah dan bingung karena ronda bersifat wajib dan tidak boleh mangkir. Warga yang tidak hadir ke pos ronda bukan karena alasan sakit atau sedang berada di luar kota akan dijemput ke rumah. Sekedar membayar dengan mengganti dengan uang tidak bisa dibenarkan.
Jadi jangankan membuat pos ronda jadi nyaman, meskipun dipaksa dihias pun warga tetap ogah dan was-was berjaga. Tapi tetap harus dijalani apa pun risikonya kecuali sakit.
Di masa yang lebih awal saat konflik sedang panas, warga yang tidak hadir bisa di hukum push up. Itulah mengapa ketika itu pos ronda jadi rame. Apalagi jalan masuk dan keluar kampung di pasang portal.
Tapi sekarang memang terasa kebutuhannya, termasuk maraknya aksi begal. Apalagi sejak beberapa kali kejadian pencurian kendaraan bermotor, termasuk yang menimpa rumah saya beberapa bulan lalu.Â
Antisipasi yang paling bisa dilakukan memasang beberapa CCTV di area jalan masuk dan keluar kampung, meskipun hal itu tidak efektif karena para pelaku bisa mengantisipasinya dengan banyak cara. Termasuk memakai topeng atau masker dan tidak memasang plat kendaraan atau plat bodong alias palsu untuk mengelabui CCTV.
Bukan Hantu yang Bisa Bikin Kocar-Kacir
Dulu menjadi penjaga pos ronda banyak cerita suka dukanya. Bukan cerita horor di datangi hantu, atau tiba-tiba muncul tukang sate yang bisa diorder, "bang seratus tusuk ya." Tapi lebih ke baku tembak yang bisa terjadi kapan saja, dan dimana saja.
Warga yang jaga pos ronda tidak bisa main kucing-kucingan kalau sudah kena jadwal jaga. Patroli keamanan bisa datang kapan saja seperti sidak. Jika ada warga yang namanya masuk daftar jaga tapi tidak berada di tempat bisa kena hukuman.