"Maaf, Paduka. Mengapa saya dipaksa menghadap Paduka?"
"Rara Kuning, sejak mula melihat wajahmu ini, saya berniat menjadikan engkau permaisuriku." Raja Jaka Wangsa memperlihatkan lukisan Rara Kuning.
"Dari mana Paduka memperoleh lukisan itu?"
"Lukisan ini datang sendiri padaku bersamaan dengan tiupan angin. Bagaimana, engkau mau menerima tawaranku?"
"Nyuwun agenging pangaksami, Paduka. Dalem sampun gadah sisian." (Beribu maaf, Paduka. Saya sudah punya suami).
"Saya tak peduli, kau sudah bersuami atau belum. Pokoknya engkau harus bersedia menjadi permaisuriku."
"Tapi, itu menyalahi aturan Gusti Allah, Paduka."
"Saya tak peduli dengan aturan itu. Mulai hari ini, engkau tinggal di kaputren."
Raja Jaka Wangsa memerintah dayang istana mendampingi dan mengurus semua keperluan Rara Kuning di kaputren.Â
Sang raja lupa dengan aturan Gusti Allah, pun tata krama yang berlaku di masyarakat. Begitulah manusia, siapa pun dia kala nafsu menguasai diri, jadi lupa segalanya.
***