Mohon tunggu...
Ilham Adli
Ilham Adli Mohon Tunggu... kaum proletariat

Santri Ketidaktuntasan, Murid Abadi Keresahan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rindu yang menyala untuk Rasulullah

15 September 2025   07:30 Diperbarui: 15 September 2025   07:32 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wahai Nabi,
namamu adalah harum semerbak yang tak pernah layu,
menyusup ke dalam dada yang rapuh,
menghidupkan hati yang sering terjatuh.

Aku menelusuri kisahmu lewat tinta-tinta sejarah,
menyimak setiap jejak yang kau tinggalkan.
Engkau tidak sekadar manusia,
engkau adalah cahaya yang membelah gelap,
rahmat yang menetes ke bumi,
hingga pasir pun berzikir memanggilmu.

Cintaku padamu, ya Rasul,
bukanlah puisi yang indah semata,
tetapi desir yang mengalir dalam darah,
rindu yang tak pernah selesai,
meski lidah terus berucap shalawat:

Engkau adalah kekasih Allah,
penawar luka jiwa-jiwa yang gersang,
mata air kasih di tengah padang tandus,
pelita yang tak padam meski zaman berganti.

Andai aku hidup di masamu,
niscaya kutinggalkan segala yang fana,
hanya untuk menatap wajahmu,
mendengar lembut suaramu,
merasakan hangat kasihmu.

Namun, takdir menempatkanku jauh darimu,
hanya lewat doa aku bisa mendekat,
hanya lewat cinta aku bisa menyentuh,
dan hanya lewat kerinduan
aku bisa merasa dekat denganmu.

Wahai Rasulullah,
di malam-malam sunyi aku bersujud,
memanggil namamu dalam bisikan,
agar hatiku tetap setia pada jejakmu,
agar langkahku selalu meniti jalanmu.

Ya Habibi, Ya Muhammad,
kami umatmu yang penuh dosa,
namun masih berharap,
cinta ini menjadi alasan,
agar kelak engkau menoleh,
dan tersenyum sambil berkata:
"Engkau umatku."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun