Asesmen autentik, seperti portofolio, observasi, dan jurnal refleksi, menjadi jembatan untuk mengukur bukan sekadar pengetahuan, tetapi sikap dan kesadaran. Tantangan tentu ada, mulai dari budaya hafalan hingga keterbatasan waktu. Namun, dengan kreativitas guru, semuanya bisa diatasi.
Akhirnya, Pendidikan Pancasila harus menjadi pengalaman hidup, bukan sekadar pelajaran. Dari hapalan menuju makna, dari kata menuju tindakan, dari ruang kelas menuju kehidupan nyata.
Â
Contoh Praktik Pembelajaran Mendalam per Fase
Fase A (SD Kelas 1--2)
CP Utama: Mengenal nilai-nilai dasar Pancasila dalam kehidupan sehari-hari (misalnya kejujuran, tolong-menolong, disiplin).
- Pemahaman: Guru bercerita tentang tokoh fabel (misalnya kancil yang suka menipu vs kerbau yang jujur). Anak-anak diminta menebak siapa yang sesuai dengan nilai Pancasila.
- Aplikasi: Siswa diajak bermain peran sederhana, misalnya antre jajan di kantin secara tertib.
- Refleksi: Guru bertanya, "Bagaimana perasaanmu kalau ada teman yang tidak mau antre? Apa yang akan kamu lakukan?"
Anak-anak belajar nilai kejujuran, disiplin, dan saling menghormati secara sederhana dan menyenangkan.
Fase B (SD Kelas 3--4)
CP Utama: Mengaitkan nilai-nilai Pancasila dengan pengalaman di lingkungan sekitar.
- Pemahaman: Siswa diajak mengamati gambar kegiatan gotong royong di desa. Guru memandu diskusi: "Apa yang sedang mereka lakukan? Mengapa penting bekerja bersama?"
- Aplikasi: Siswa diajak kerja bakti membersihkan kelas atau taman sekolah.
- Refleksi: Siswa menulis di buku catatan: "Apa manfaat kerja bakti hari ini bagi diriku dan teman-temanku?"
Anak mulai menghubungkan konsep dengan praktik nyata di lingkungannya.
Fase C (SD Kelas 5--6)