Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Author

Mahéng menulis di berbagai platform. Di Kompasiana, ia belajar menguleni isu-isu berat dengan adonan humor, kadang matang, sesekali gosong, adakalanya garing, dan nggak jarang absurd, persis seperti hidupnya sendiri. Intip X/IG @iamaheng.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pelajaran dari Balik Jamban: Koeksistensi Manusia dan Orangutan di Kalimantan

9 September 2025   21:15 Diperbarui: 9 September 2025   21:15 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Susi bersama bayinya yang bernama Sinar di dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Tarak. (Sumber: Rudiansyah/IAR Indonesia)

Jadi ya Kompasianer yang mesti Speak for the Species — entah nanti tulisannya menang lomba atau cuma jadi arsip pribadi, yang penting suaranya tetap sampai.

Dari situ lahir gagasan literasi satwa, supaya "orang kota" paham kalau orangutan bukan hama, melainkan tetangga yang kebetulan numpang hidup di rumah yang lebih dulu kita klaim. 

Obrolan ini juga sering nyambung ke ide kedaulatan ekologis yang digelorakan teman-teman Geopix.id, dengan pesan sederhana bahwa alam dan satwa punya hak hidupnya sendiri, bukan sekadar dianggap gudang bahan baku yang bisa dipakai sesuka hati.

Mereka bikin kita ingat kalau bicara konservasi itu bukan cuma soal menyelamatkan hewan karismatik di poster, tapi juga soal menyelamatkan masa depan manusia itu sendiri. 

Belajar Tinggal Bareng Orangutan di Kontrakan Bumi 

Susi yang nongol di depan jamban waktu itu sebenarnya sudah cukup jadi guru buat saya. Dia nggak ngomel, nggak kasih wejangan, cuma berdiri tenang seolah bilang ayo belajar berbagi ruang. 

Koeksistensi ternyata bukan teori ribet. Ia bisa hadir dari momen tatap-tatapan canggung dengan orangutan setelah urusan perut selesai.

Sama seperti kita yang suka bingung mau isi ulang botol sampo dengan air atau beli baru, orangutan juga bingung harus isi perut di mana. Cuma, kalau kita salah ambil keputusan, rambut lepek. Kalau mereka salah, hidupnya bisa hilang. 

Dan ujung-ujungnya kita juga yang rugi, karena hutan yang habis nggak pernah bisa dibeli lagi di convenience store terdekat.

Hidup berdampingan dengan orangutan mirip tinggal di kontrakan bareng teman beda daerah. Pagi-pagi ribut karena antre kamar mandi, sore dapur penuh panci gosong tapi nggak ada yang mau ngaku itu perbuatan siapa. 

Kadang mangkel, kadang bikin pengen cubit ginjalnya, anehnya kalau salah satu pindah, kontrakan jadi sepi dan biaya sewa malah terasa lebih berat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun