Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan dan sejak 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Seusai Praktikum Kimia

1 Agustus 2019   15:49 Diperbarui: 2 Agustus 2019   04:58 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fermentasi Etanol (Foto Dokumen Pribadi/Hendro Santoso) 

Aku sudah ikhlas melepaskan Erika. Hanya saja entah kenapa justru disaat seperti ini setiap hariku selalu ada Aini Mardiyah. 

Aku akui bahwa sejak kepergian Erika, aku benar-benar berusaha untuk menikmati apa adanya suasana kampus dimana aku harus menyelesaikan skripsiku. 

Aku mencoba menjalani hidup ini mengalir saja apa adanya. Walaupun pada kenyataannya bukan hal yang mudah.

Bagaimana tidak, setiap jengkal lantai di kampusku penuh dengan kenangan. Bangku-bangku di taman, kantin, perpustakaan, laboratorium, ruangan kuliah fakultas, auditorium. 

Pohon-pohon flamboyan yang rindang disepanjang jalan setapak di samping pelataran parkir. Pedagang bakso di ujung jalan pojok fakultas yang setiap sore mangkal di sana. 

Restoran Tionghoa di jalan Surya Kencana. Trotoar di sepanjang Jalan Pajajaran. Pohon-pohon teduh di Kebun Raya. Rumput hijau di halaman luas depan kampus. 

Istana Bogor dengan rusa-rusanya yang jinak. Seolah olah hampir semua pelosok kampus dan sebagian tempat di kota Bogor ini penuh dengan kenangan bersama Erika. 

Setiap aku ada disana seakan Erika pun ikut hadir. Simak sebuah puisi yang secara tak sengaja aku tulis di buku catatan harianku.

Cerita ini pada suatu malam,
sehingga aku terguncang dan tenggelam,
berusaha menjadi tempat berpegang.
Seharusnya disana ada tempat.
Di mana kupijakkan kakiku erat-erat.
Seharusnya disana ada jalan.
Di mana kulangkahkan cita dan harapan.
Lalu disela detak jantungku,
ada nada sumbang yang selalu saja tak kumengerti.
Di mana saat ini aku berhenti.
Dari seluruh perjalananku.
Sesaat aku sempat singgah,
hanya sekedar menengok segenap gelisahku,
yang telah semakin gosong berabu.

Tuhan, haruskah,
puisi ini berhenti dan musnah
dan hilang dan lenyap dan basi dan mati
karena itu kutunggu
reinkarnasi puisiku masa lalu.

Reinkarnasi puisiku masa lalu? Apa maksudnya? Ya betapa rapuhnya jiwaku, betapa cengengnya. 

Mengapa Erika begitu besar pengaruhnya terhadap kehidupanku? Dia gadis yang aku cintai yang diharapkan menjadi ibu dari anak-anakku. 

Aku sudah menerima TakdirNya bahwa Erika bukan milikku. Bagaimanapun juga aku harus bisa fokus dengan rencana penelitianku untuk skripsi. Biarlah masa lalu kusimpan rapat-rapat dengan segala keindahannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun