Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sampah Terus Menumpuk dan Bermasalah, Apa Solusinya?

1 Juli 2022   01:21 Diperbarui: 3 Juli 2022   21:54 1418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Sampah di salah satu pasar modern di Tangerang Selatan, Banten. Sumber: DokPri

"Sampah di Indonesia masih terus dibalut masalah mendasar yang sifatnya klize, bagaikan bom waktu yang setiap saat bisa meledak. Karena pemerintah (pusat dan daerah) abai terhadap regulasi persampahan dan berpotensi melabrak norma hukum yang berlaku di NKRI." H. Asrul Hoesein, Founder Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Surabaya.

Judul tulisan diatas merupakan tema Zoom Meeting/Webinar/Talk Show/FGD oleh Penyelenggara HOME Green Community Jakarta, juga mengundang penulis sebagai salah satu narasumbernya (lihat player).

Zoom Meeting Webinar akan dilaksanakan 2 Juli 2022, Keynote Speaker Ir. Sarwono Kusumaatmaja, Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup era Presiden Soeharto (1993--1998) dan Dewan Pembina Adipura, dan terbuka untuk umum. Join Zoom Meeting di Sini. Meeting ID: 843 299 2387 Passcode: Green

Baca Juga: KPB-KPTG Biang Kerok Indonesia Darurat Sampah

Selain untuk publik, maksud tulisan ini, sebagai acuan diskusi baik untuk panitia pelaksana webinar, antar narasumber maupun terhadap peserta zoom meeting webinar. Agar bisa memotivasi peserta diskusi dengan fokus memahami materi webinar dari penulis. Demi efisiensi penggunaan waktu agar pertanyaan peserta kepada penulis bisa disiapkan sebelum acara berlangsung (2/7).

Penulis akan menyiapkan judul materi yang diberikan oleh panitia pelaksana yaitu; 'Pengelolaan Sampah Dalam Perspektif Regulasi'. Akan mengangkat substansi regulasi sampah, untuk menjawab Tema webinar yaitu 'Sampah Terus Menumpuk dan Bermasalah'.

Regulasi sampah, sangat menarik untuk dikaji bersama, karena regulasi inilah menjadi pokok masalah sampah di Indonesia yang tidak dijalankan oleh stakeholder, khususnya regulator dan fasilitator, pemerintah dan pemda dengan benar dan bertanggungjawab. Agar para pemangku kepentingan (stakeholder) sampah bisa menemukan sebuah solusi yang komprehensif, artinya tidak berpotensi melanggar norma hukum.

Baca Juga: Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia

Berulang kali penulis bicara pentingnya regulasi sampah, mengangkat substansi UU. No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) di setiap momentum. Tidak ada kata bosan dan merasa terlambat untuk melakukan penyampaian regulasi kepada para pihak demi perubahan.

Harus terus saling mengingatkan para pihak stakeholder dalam masalah sampah di Indonesia, khususnya kepada pemerintah dan pemerintah daerah. Bahwa hukum atau regulasi perlu ditegakkan, agar Indonesia dapat segera keluar dari darurat sampah yang berkepanjangan.

Beberapa kali penulis mengangkat tema yang sama di berbagai FGD, seminar, lokakarya ataupun media, termasuk di Kompasiana.Com. Karena penulis, (pernah) menjadi praktisi persampahan, jadi sedikit bisa memahami karakteristik sampah dan karakteristik bisnis sampah, sekaligus mengamati dan memantau jalannya regulasi persampahan, UUPS.

Baca Juga: Biaya Sampah Bukan dari APBN/D dan Retribusi, Tapi dari EPR dan CSR

Sudah 14 tahun usia UUPS, tapi sampai sekarang (2022), pemerintah dan pemda belum menjalankan UUPS secara tegas dan tegak lurus dan masih bengkok, khususnya pada pasal-pasal penting seperti Pasal 12,13,14,15,16,21,44 dan 45.

Akibat pemerintah dan pemda lalai menegakkan atau menjalankan pasal-pasal UUPS tersebut, sehingga Badan Legislasi (Baleg) DPR RI merencanakan melakukan Peninjauan Revisi UUPS dan telah melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tanggal 13 dan 16 Juni 2022 (Ikuti Youtube Baleg DPR RI di Sini dan di Sini).

Baca Juga: Tahun 2022, Deadline Penerapan Tanggung Jawab Produsen Sampah

Solusi sampah, bila ingin sukses harus berdasar atau memahami karakteristik sampah dan karakteristik bisnis sampah yang unik (bersatu dalam perbedaan), absolut dilakukan perubahan cara pandang atau sistem pengelolaan sampah berbasis di sumber timbulannya (sesusi amanat Pasal 12,13 dan 45 UUPS).

Namun permasalahannya adalah Pemerintah dan Pemda tidak tegas menjalankannya, masih terus melakukan pengangkutan sampah dari sumber sampah ke Tempat Pembuangan sampah Ahir (TPA) secara open dumping, seharusnya ditinggalkan sejak 2013. Karena sampah mutlak dikelola di sumbernya, tidak ada amanat regulasi yang memerintahkan angkut sampah dari sumbernya ke TPS ataupun ke TPA.

Baca Juga: "Human Error Birokrasi" Penyebab Darurat Sampah Indonesia

Sementara pola open dumping tersebut wajib di hentikan sejak 2013 sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah (PP) No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (PP 81/2012). Termasuk penjelasan dan penuntunnya pada Permen PU No. 3 Tahun 2013 tentang Pengadaan Prasarana dan Sarana Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Amanat PP 81/2012, TPA open dumping harus di tutup dan revitalisasi sejak 2013 menjadi Pola Control Landfill (Kota Kecil dan Sedang) serta Pola Sanitary Landfill (Kota Besar dan Metropolitan serta Megapolitan), hal ini juga sebagai perintah Pasal 44 UUPS.

Baca Juga: Korelasi Sampah dengan CSR dan EPR

Player meeting zoom webinar. Sumber: HOME Green Community
Player meeting zoom webinar. Sumber: HOME Green Community

Open Dumping Berbiaya Mahal

Pola open dumping atau pengelolaan terbuka di TPA jelas berbiaya mahal dan sampah akan menjadi masalah di TPA serta di sumber timbulannya. Disamping di TPA berbiaya mahal tanpa manfaat, pengumpulan di sumber timbulan sampah (rumah tangga) dan pengangkutannya ke TPA dipastikan berbiaya tinggi. 

Juga dipastikan banyak tercecer di lain tempat, karena tidak semua sampah ke TPA, disini juga banyak permainan dalam biaya angkut dan nota timbangan/rit di TPA.

Paradigma lama birokrasi yang menjadi hambatan pelaksanaan UUPS, karena diduga dalam operasionalisasi TPA open dumping banyak terserap dana APBN/D, retribusi sampah yang sangat mudah dipermainkan oleh oknum birokrasi dan pengusaha angkutan sampah.

Baca Juga: Sumber Kekacauan Pengelolaan Sampah Indonesia

Selain mudah dipermainkan operasional, juga dana konpensasi warga terdampak "dana bau" di TPA, juga berpotensi dipermainkan oknum birokrasi dan pengusaha atas biaya angkutan dan retribusi sampah, serta biaya-biaya pengelolaan sampah lainnya di TPA.

Paling mengherankan, semua pihak mengeluhkan hal tidak adanya dana pengelolaan sampah (sesuai penjelasan para narsum RDPU Baleg DPR RI), tapi dilain sisi tetap terjadi pembiaran dana-dana pengelolaan sampah tercecer pada dan/atau di oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Baca Juga: Gubernur Jakarta dan Bali Keliru Sikapi Sampah Plastik

Sesungguhnya, pengelolaan sampah di Indonesia sangat mudah, bukan karena tidak ada dana. Tapi pemerintah harus stop indisipliner terhadap UUPS, sehingga Pemda jangan ikut abai menjalankan UUPS. Diduga keras pembiaran indisipliner terhadap UUPS, agar oknum dengan mudah menilep uang rakyat dari sektor sampah.

Seharusnya Presiden Jokowi melalui Kementerian Kordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) sebagai Kordinator Nasional Jaktranas Sampah dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai leading sektor utama atau Kordinator Harian Jaktranas Sampah, dengan tegas melaksanakan UUPS dengan membuat sistem sesuai amanat UUPS, untuk diikuti oleh seluruh pemda. 

Maka sampah pasti mudah diatasi atau diselesaikan dengan win-win solusi.

Baca Juga: Mendagri Harus Segera Terbitkan Pedoman Pengelolaan Sampah

Persoalan pendanaan pengelolaan sampah termasuk yang paling dikeluhkan selama ini dan juga masalah plastik. Solusinya adalah jalankan mandat UUPS, yaitu Pasal 16 dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) atas pelaksanaan Pasal 13,14 dan 15 UUPS, terhadap aplikasi program Extanded Producer Responsibility (EPR).

Celakanya, KLHK telah menerbitkan Peraturan Menteri LHK No. P.75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, ini jelas merupakan peta buta dan berpotensi merugikan perusahaan berkemasan/non kemasan, serta masyarakat sebagai pembayar EPR.

Baca Juga: Halusinasi Pelarangan Kantong Plastik dan Plastik Sekali Pakai (1)

Kepala Seksi Bina Peritel KLHK Agus Supriyanto mengungkapkan, bahwa Permen LHK No. P.75 tahun 2019 merupakan turunan dari UU No. 18 tahun 2008 pasal 14 dan 15 serta PP No. 81 tahun 2012 pasal 12 sampai 15 (Baca: KLHK Atur Pengurangan Sampah oleh Produsen Lewat Permen LHK No 75).

Penulis membantah pernyataan KLHK tersebut, perlu diketahui bahwa Permen LHK No. P.75 tahun 2019, bukanlah turunan UUPS yang sah, karena hanya dibuat dalam bentuk Peraturan Menteri, tapi harusnya pelaksanaan EPR harus berbentuk PP, sebagaimana amanat Pasal 16 UUPS, untuk menjalankan Pasal 13,14 dan 15.

Baca Juga: Pengamat sebut solusi sampah plastik ada pada pengelolaan

Artinya pelaksanaan EPR, kebijakannya harus dibuat dan diputuskan oleh lintas kementerian dan lembaga serta stakeholder lainnya. Lalu ketuk palu DPR RI dan di tanda tangani oleh Presiden Jokowi, bukan melalui Menteri LHK.

Pelaksanaan EPR (Pasal 15 UUPS), harus terlebih dahulu menyiapkan suprastruktur dan infrastuktur (sistem) pengelolaan sampah di sumber timbulannya (Pasal 13 UUPS), serta menentukan label nilai ekonomi kemasan produk yang berahir jadi sampah (Pasal 14 UUPS), itulah amanat Pasal 16 UUPS.

Baca Juga: Asrul Hoesein: Menteri LHK Siti Nurbaya Keliru Sikapi Sampah Plastik

Tanpa melaksanakan Pasal 13 dan 14 UUPS, maka otomatis Pasal 15 UUPS tidak bisa dilaksanakan oleh stakeholder. Malah hanya berpotensi dan diduga menjadi bancakan korupsi yang bisa dilakukan oknum penguasa dan pengusaha. Buntutnya akan menyerap dana rakyat serta berpotensi menjadi bancakan korupsi gratifikasi, dari pengusaha induatri produk ke oknum birokrasi.

Maka Permen LHK No. P.75 tahun 2019, wajib diabaikan atau dibatalkan demi hukum, karena sama saja seperti peta buta yang tidak mempunyai rambu dan segera diganti menjadi PP EPR dan juga didalamnya mengatur insentif bagi pengelola sampah dan EPR.

PP EPR dan Biaya Sampah

Penulis bersama atau masuk dalam Tim Institut Teknologi Yogyakarta (ITY), Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Surabaya dan Green Indonesia Foundation (GIF) Jakarta sejak 2020, 

telah menyusun Drafting PP EPR dan juga telah dikirim ke Baleg DPR RI (Juni 2022), termasuk kepada Presiden Jokowi dan lintas kementerian terkait. Diharapkan Baleg DPR RI membahas drafting PP EPR, guna mengaplikasi Pasal 13,14 dan 15 UUPS dengan jujur dan berkeadilan bagi para pihak.

Sedianya EPR dilaksanakan pada tahun 2022, dimana saat Meneg LH Prof. Dr. Kambuaya menunda pelaksanaan EPR selama 10 tahun sejak 2012, dimana saat itu Meneg LH ingin persiapkan suprastruktur dan infrastruktur Pasal 12,13 dan 45 UUPS, dengan menerbitkan Permen LH No. 13 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah 3R melalui Bank Sampah.

Baca Juga: Sikapi Peta Jalan Pengurangan Sampah Plastik - Pegiat Lingkungan Tuntut Keterbukaan Informasi

Artinya tanpa mendorong pengelola sampah kawasan dan semua desa dan kelurahan membentuk komunitas pengelola sampah atau bank sampah sesuai UUPS, maka dipastikan bahwa Program EPR di Pasal 15 UUPS mustahil dijalankan.

Lebih celaka lagi Menteri LHK telah melakukan revisi Permen LH 13/2012 menjadi Permen LHK No. 14/2021 tentang Pengelolaan Sampah pada Bank Sampah, dimana Permen LHK 14/2021 ini malah diduga akan mengaburkan pelaksanaan EPR dan semakin membuat kacau balau sistem pemilahan dan pengumpulan dan substansi kelembagaan. 

Termasuk akan merugikan posisi bank sampah dengan bank sampah induk (BSI). Dimana BSI pada Permen LHK 14/2021 seakan 'dipaksa' diberi ruang untuk berbisnis, padahal BSI bukan lembaga bisnis yang sah di NKRI (Baca: Presiden Jokowi Absolut Melakukan Transformasi Bank Sampah dan TPS3R)

Baca Juga: Sinergi Program Vokasi dan Tematik dalam CSR Sampah

Kesimpulan, Baleg DPR RI tidak perlu keburu melalukan revisi UUPS, tapi segera menerbitkan PP EPR (amanat Pasal 16 UUPS) dan mencabut Permen LHK P.75/2021 serta Permen LHK.14/2021. Dua Permen LHK tersebut sangat mengganggu iklim dan/atau ekosistim pengelolaan sampah di Indonesia.

Kalau Presiden Jokowi tidak segera mengambil tindakan dan membiarkan Menko Maritim dan Investasi serta Menteri LHK bekerja tidak berdasar pada UUPS, maka dipastikan lambat atau cepat akan terjadi komplik horizontal antar para pihak, khususnya para pengelola sampah dan antar perusahaan yang menjadi pemicu terjadinya persaingan tidak sehat.

Selain penulis, hadir narasumber lain diantaranya H.Ngesti Nugraha S.H , M.H (Bupati Semarang), Dr. Syarif Prasetyo, S.Si., M.Si (Konsultan Amdal) dan Achmad Mafrukhi. S.E. (Ketua Komisi III DPRD Kab.Brebes).

Narasumber/Pembicara berasal dari tingkat Lokal 2 orang Pemerhati. Tingkat Nasional 1 orang Pemerhati/Praktisi. Regulator Daerah/Pusat 1 orang Walikota/Bupati/Gubernur dan Instansi Pejabat yang ditunjuk.

Pasuruan, 1 Juli 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun