"Darurat sampah Indonesia terjadi bukan karena soal teknis tapi lebih kepada sikap atau karakter birokrasi yang lalai menjalankan regulasi sampah. Ahirnya berdampak negatif pada waste management yang kacau-balau tanpa sistem" Asrul Hoesein, Founder Green Indonesia Foundation  Jakarta.
Sungguh tragis nasib pengelolaan sampah Indonesia. Bukan lagi stag, tapi mundur jauh kebelakang. Seperti kehilangan akal tanpa malu, padahal aturan atau pedoman dalam mengatur lalu lintas sampah dari hulu ke hilir sudah sangat bagus. Efektif dan efisien serta pro rakyat, pro industri, pro pemerintah dan pemerintah daerah (pemda).Â
Regulasi induk waste management dimaksud adalah Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan amah Sejenis Rumah Tangga.Â
Regulasinya sudah sangat relevan dengan dukungan peraturan-peraturan menteri terkait yang diturunkan setelah regulasi induk. Efek positif bila dijalankan akan menciptakan lapangan kerja baru, disamping sasaran utamanya akan tercapai yaitu Indonesia bersih sampah.
Namun nasib apes waste management, tidak menemui harapan berbagai pihak karena terjadi human error bukan regulation error. Karakter para oknum penentu kebijakan baik pemerintah sama saja tidak punya niat baik untuk menjalankan amanah. Ahirnya pemda ikut-ikutan mangkir dari regulasi.Â
Presiden Jokowi harus memahami dengan jelas masalah krusial dan substansif ini. Demi mencegah dan menyelamatkan uang rakyat atas tingkah pola oknum pejabat terkait dalam menghamburkan anggaran APBN/D yang tidak benar.Â
Termasuk menghamburkan dana Corporate Sosial Responsibility (CSR) yang tidak ternilai banyaknya, melalui penciptaan program populis pencitraan semata. Semua dijadikan bancakan korupsi. Malah ada diantara perusahaan besar membentuk komunitas untuk menyalurkan dana CSR mereka.
Penulis yakin bahwa Presiden Jokowi menerima informasi atau laporan dari para menteri terkait dalam urusan sampah ini sangat tidak valid. Terjadi pembohongan berjenjang dari bawahan atau pembantu teknis para menteri sampai kepada Istana. Faktanya, tidak ada progres positif sampai sekarang.
Keinginan oknum penguasa yang didukung para pengusaha, asosiasi, akademisi, pemerhati dan penggiat sampah hanya bersendagurau saja menjalankan amanahnya. Seakan peduli lingkungan padahal nyelinap. Karena tetap ingin pengelolaan sampah dikelola pada hilir atau TPA (pro monopoli).